Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta mengaku sempat malas menjalin kerja sama penyewaan peralatan processing pelogaman bijih timah dengan PT Timah Tbk.
Alasannya, Suparta mengaku sebelum adanya kerja sama dengan PT Timah, dirinya sudah merasa tenteram dengan bisnis timah yang ia jalani melalui PT RBT.
Pernyataan tersebut Suparta ungkapkan saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya mengikapi tuntutan 14 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/12/2024).
"Tentang kerja sama dengan PT Timah, pada saat saya mendengar imbauan bantuan untuk kerja sama dengan PT Timah, hal pertama yang saya rasakan adalah sebenarnya saya malas Yang Mulia untuk membantu," ucap Suparta.
"Karena saya sudah cukup nyaman dengan bisnis timah yang saya jalani, bisnis saya sudah tenteram dan sudah tidak ada ambisi lagi," lanjut dia.
Baca juga: Jaksa Sebut Helena Lim Sengaja Siapkan Rekening Tampung Dana Smelter Swasta Terkait Korupsi Timah
Selain itu, Suparta mengaku tidak perduli dengan apakah Indonesia mau beperan atau tidak di timah dunia.
Tak hanya itu, dia juga menjelaskan kalau pun Indonesia mau menjadi penghasil timah nomor satu di dunia, hal itu tidak berpengaruh langsung bagi kehidupan pribadinya.
"Tapi karena yang digaungkan adalah bela negara, demi martabat Indonesia, siapa sih yang tidak mau membela negaranya. Pada saat itulah saya tergerak oleh kata-kata nasionalisme. Maka saya pikir, baiklah saya akan bantu semampu saya," ucapnya.
Suparta Dituntut 14 Tahun
Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dituntut pidana penjara selama 14 tahun atas keterlibatannya di kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Penambangan (WIUP) PT Timah Tbk.
Suparta terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.
Baca juga: BREAKING NEWS: Korupsi Timah, 3 Eks Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Divonis 4 dan 2 Tahun Penjara
Selain itu Suparta juga terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang tindak pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 14 tahun dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan," ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat bacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).
Dalam tuntutannya Jaksa, Suparta juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti pidana kurungan selama 1 tahun.
Tak hanya itu Suparta juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 4.571.438.592.561 atau Rp 4,5 triliun.
Terkait hal ini Jaksa menjelaskan bahwa pihaknya akan menyita harta benda terdakwa untuk dilelang apabila Suparta tidak mampu membayar uang pengganti tersebut dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mampu mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun," jelas Jaksa.
Setelah membacakan tuntutan terhadap Suparta, dalam sidang ini Jaksa juga membacakan amar tuntutan untuk terdakwa Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Dalam kasus ini Reza dijatuhi tuntutan oleh Jaksa dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda senilai Rp 750 juta subsider kurungan 6 bulan jika tak mampu membayar denda tersebut.
Berbeda dengan Harvey dan Suparta, Reza dalam kasus ini tidak dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti.