TRIBUNNEWS.COM - Inilah 24 daftar barang dan jasa yang tak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.
Apa saja?
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan soal penetapan tarif PPN 12 persen.
PPN 12 persen ini akan dimulai pada 1 Januari 2025.
Hal itu juga sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari," ujar Airlangga, dikutip dari siaran langsung akun YouTube Perekonomian RI.
Terdapat barang-barang yang dikenai PPN 12 persen, yakni:
- Rumah Sakit kelas VIP atau pelayanan kesehatan premium lainnya
- Pendidikan standar internasional berbayar mahal atau pelayanan pendidikan premium lainnya
- Listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3600-6600 VA
- Beras premium
Baca juga: Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Berdampak Negatif ke Sektor Pertanian
- Buah-buahan premium
- Ikan premium, seperti salmon, tuna, udang, dan crustasea premium, seperti king crab
- Daging premium, seperti wagyu atau kobe yang harganya jutaan
Lantas ada juga beberapa barang dan jasa yang tidak dikenai PPN 12 persen.
Berikut 24 daftarnya, dikutip dari Kompas.com:
- Beras
- Daging ayam ras
- Daging sapi
- Ikan bandeng/ikan bolu
- Ikan cakalang/ikan sisik
- Ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso
- Ikan tongkol/ikan ambu-ambu
- Ikan tuna
- Telur ayam ras
- Cabai hijau
- Cabai merah
- Cabai rawit
- Bawang merah
- Gula pasir konsumsi
- Jasa pendidikan
- Jasa pelayanan kesehatan
- Jasa pelayanan sosial
- Jasa angkutan umum
- Jasa tenaga kerja
- Jasa keuangan
- Asuransi
- Vaksin polio
- Jasa pemakaian air minum
- Jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum
Jadi Polemik
Di sisi lain tarif PPN 12 persen rupanya menjadi polemik tersendiri bagi masyarakat.
Hal itu salah satunya ditandai dengan adanya aksi ratusan warga di Monas, Jakarta, di mana 300 orang mengantarkan petisi menolak kenaikan PPN 12 persen langsung ke Sekretariat Negara (Setneg).
Sebagai perwakilan, lima warga mendatangi gedung Setneg di Jakarta, pada Kamis (19/12/2024).
"Ini adalah tanda tangan yang dihimpun secara digital melalui petisi online oleh hampir 113 ribu lebih dan akan terus bertambah yaitu penolakan untuk PPN 12 persen. Jadi petisi online tersebut kami himpun kami cetak dan akan kami serahkan ke Setneg untuk disampaikan," kata perwakilan warga, Risyad Azhari.
Menurut Risyad, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen di tengah kondisi ekonomi saat ini bakal sangat memberatkan masyarakat. Di mana jumlah masyarakat kelas menengah terus turun karena beban hidup semakin berat.
Petisi tersebut kata dia dihimpun secara daring sejak 19 November 2024.
"Warga sipil saja. Enggak ada aliansi yang bagaimana bagaimana. Jadi, ini memang secara organik teman teman dari internet. Jadi, kami cuma menjadi jembatan doang. Ini semua partisipasi dari teman-teman di internet," katanya.
APINDO: Kenaikan PPN Bisa Picu Inflasi
Sementara itu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan PPN menjadi 12 persen berpotensi akan memicu lonjakan inflasi Indonesia.
Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.
"Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan," katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).
Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.
Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.
"Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran," ujar Shinta.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Taufik Ismail/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz) (Kompas.com)