Meningkatnya aksi bunuh diri anggota polisi mendapat perhatian dari IPW.
IPW berharap institusi Polri memperhatikan kesehatan mental para anggotanya.
Yang paling penting adalah untuk mencegah kejadian serupa terulang lagi.
"Polri perlu memperkuat program pembinaan mental, pengawasan terhadap tekanan kerja, dan mengurangi stigma terkait kesehatan mental. Hal ini untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan mendukung bagi anggotanya," kata Sugeng.
Sebab, kata Sugeng, profesi Polri memiliki risiko yang sangat tinggi dan sering menghadapi tekanan besar yang memicu stres, kelelahan, hingga gangguan psikologis.
Pengawasan terhadap tekanan kerja anggota Polri sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa beban tugas yang dihadapi anggota Polri tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan fisik, mental, dan kinerjanya.
Sehingga peran pimpinan di setiap lini satuan kerja di Polri dari tingkat Mabes sampai tingkat kewilayahan di Polsek sangat penting.
Hal itu telah diatur dalam Perkap 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat (waskat) di Lingkungan Polri.
Peraturan yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 16 Maret 2022, pada pasal 2 diatur adanya kewajiban atasan melakukan waskat pada bawahan.
IPW menilai setiap pimpinan atau atasan harus dapat menjadi teladan bagi bawahannya, membangun komunikasi terbuka, dapat mengatasi konflik internal dan juga memberikan penghargaan/apresiasi terhadap bawahannya.
Dengan begitu, maka anggota Polri yang menjadi bawahan merasa terayomi. Sehingga beban berat yang secara psikis membebaninya mendapat solusi dari atasannya.
Beban berat secara psikis itu, emosi yang berlebihan menjadikan anggota Polri berpikiran pendek, melakukan bunuh diri dengan cara menembakkan pistolnya.
Pada bulan April 2024 lalu, dua anggota polisi melakukan bunuh diri dengan menembakkan pistolnya ke kepala atau badannya.
Pertama, dilakukan oleh Kompol Tumanggor pada Kamis, 4 April 2024.
Perwira Ditresnarkoba Polda Jateng itu mengakhiri hidupnya di dalam mobil warna putih di sebuah rumah dinas Komplek Akpol Blok K Jalan Sanusi, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kepolisian menyatakan bahwa Tumanggor bunuh diri karena diduga ada masalah keluarga.
Kedua, dilakukan Brigadir Ridhal Ali Tomi.
Anggota Satlantas Polres Kota Manado itu tewas dengan luka tembak di dalam mobil Toyota Alphard di Kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (25 April 2024).
Ketiga, Ipda Bambang Subagya, Kanit Samapta Polsek Girimulyo, Polres Kulon Progo tewas bunuh diri dengan menembakkan senjatanya ke arah kepala, di rumahnya di Padukuhan Gendu, Kelurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo pada Selasa (3 September 2024).
Dibuat Membunuh Orang Lain
Sementara penggunaan senjata oleh anggota polri itu, dipergunakan untuk membunuh orang lain.
Mehurut catatan IPW, ada empat kasus yang menghebohkan penggunaan senjata oleh anggota yang menewaskan orang lain sehingga menimbulkan citra buruk terhadap institusi kepolisian.
Semua peristiwa itu terjadi di bulan September dan November 2024.
Peristiwa itu, pada akhirnya memicu situasi memanas pro kontra di masyarakat.
Pihak yang kontra menyatakan bahwa anggota Polri tidak perlu dipersenjatai, sementara yang pro menyatakan senjata masih diperlukan oleh anggota Polri untuk mengamankan, melindungi dan mengayomi masyarakat dari tindakan kejahatan yang membahayakan nyawa.
Penembakan kepada warga terjadi di Provinsi Bangka Belitung.
Beni (48) warga Kabupaten Bangka Barat tewas setelah diberondong 12 tembakan anggota Brimob Polda Babel pada Ahad, 24 September 2024 sekitar pukul 16.00 WIB.
Beni dituduh mencuri buah sawit di area perkebunan yang dijaga oleh pasukan khusus Polri itu.
Kemudian, kejadian kedua yang mengejutkan dilakukan oleh Kepala Bagian Operasional Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar terhadap Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Anshar pada Jumat, 22 November 2024.
Bahkan Dadang sempat menembaki rumah Kapolres-nya.
Sedangkan motif penembakan karena korban mengusut tambang galian C ilegal dan menangkap rekannya.
Kejadian ketiga, menimpa seorang siswa SMKN 4 Semarang Gamma Rizkynata Oktafandy yang meninggal karena timah panas yang diletuskan dari senjata Aipda Robig Zaenudin, anggota Resnarkoba Polres Semarang pada Ahad, 24 November 2024.
Gamma dituduh hendak melakukan aksi tawuran.
Keempat terjadi di wilayah Polda Kalimantan Tengah, saat Brigadir Anton Kurniawan Setiyanto, anggota Pori yang bertugas di Polresta Palangka Raya menembak Budiman Arisandi, seorang sopir ekspedisi asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (27 November 2024).
Mayat Budiman dibuang di daerah perkebunan sawit di wilayah Katingan Hilir dan ditemukan pada 6 Desember 2024.
Dari peristiwa tersebut, kemudian profesionalisme Polri digugat oleh masyarakat.
Padahal sikap pemakaian senjata oleh anggota Polri itu telah diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) dan standar operasional prosedur (SOP).
Indonesia Police Watch (IPW) menilai setiap anggota Polri yang memiliki izin senjata api dinas ;
Pertama, harus memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam menggunakan senjata api, termasuk pemahaman tentang aturan penggunaan senjata sesuai hukum dan prosedur. Disamping dilakukannya tes psikologis.
Kedua, pengguna harus patuh terhadap Aturan dan Etika penggunaan senjata sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku, seperti Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, dan dilakukan dengan memperhatikan HAM (Hak Asasi Manusia).
Ketiga, pengguna senjata harus menjaga keamanan dan keselamatan senjata yang dipegang, serta bertanggung jawab atas setiap tindakan penggunaan senjata.
Keempat, pengguna senjata harus mampu mengendalikan emosi, bertindak tenang, dan menggunakan senjata hanya ketika diperlukan secara proporsional dan dalam keadaan darurat.
Kelima, anggota Polri harus berhati-hati agar senjata tidak disalahgunakan atau jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab.
Keenam, penggunaan senjata harus mempertimbangkan prinsip legalitas (berdasarkan hukum), nesesitas (adanya kebutuhan mendesak), dan proporsionalitas (sesuai dengan ancaman yang dihadapi). Ke-tujuh, penggunaan senjata itu, harus digunakan dalam kondisi yang mengancam keselamatan nyawa seseorang, bukan untuk menunjukkan kekuasaan atau intimidasi.
Dengan sikap tersebut, anggota Polri diharapkan menggunakan senjata api secara bijak, bertanggung jawab, dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Tidak kalah pentingnya, setiap atasan harus mengawasi dan mengevaluasi penggunaan senjata oleh bawahannya. Dengan begitu maka profesionalisme Polri dapat terwujud dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri meningkat," kata Sugeng.
Disclaimer
Berita atau artikel ini tidak bertujuan untuk menginspirasi tindakan bunuh diri.
Pembaca yang merasakan tanda-tanda depresi dan memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan bunuh diri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit atau klinik yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa. Anda juga bisa simak hotline https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/