TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dikabarkan menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasto menjadi tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait Pergantian Antarwaktu (PAW) yang menjerat mantan calon legislatif (caleg) PDIP, Harun Masiku.
Menurut Juru Bicara PDIP, Aryo Seno Bagaskoro, posisi Hasto Kristiyanto saat ini berada di Jakarta.
"Yang saya tahu sebagai Sekjen (PDIP) pasti berada di Jakarta, jadi selama ini pun beliau juga selalu stand by dan tugas sebagai sekjen tentu harus banyak di Jakarta. Setahu saya hari ini juga masih di Jakarta," ucap Seno dalam acara Breaking News di Kompas TV, Selasa (24/12/2024).
Lebih lanjut, Seno mengatakan, pihaknya masih menunggu keterangan resmi KPK atas kabar penetapan Hasto sebagai tersangka.
Ia mengaku, sejauh ini PDIP masih memperoleh informasi dari berita yang beredar.
"Sejauh ini kita semua menunggu bagaimana akhirnya perjalanan dari case (kasus) ini bisa dilakukan dengan baik, tentunya harapannya semuanya dijalankan secara profesional, bukan karena isu politisasi hukum, bukan karena titipan-titipan, bukan karena kriminalisasi."
"Tetapi kita tentu mengharapkan profesionalitas untuk menjaga marwah penegakan hukum kita, jadi kita menunggu informasi resmi itu sambil terus mengupdate informasi," terangnya.
Singgung Upaya Ganggu PDIP
Terpisah, Juru Bicara PDIP, Chico Hakim, juga telah memberikan komentar terkait kabar Hasto Kristiyanto menjadi tersangka.
Chico menuding adanya upaya mengganggu dan menenggelamkan PDIP.
"Kami melihat bahwa politisasi hukum itu kuat sekali, buktinya yang tersangka di kasus CSR BI saja sebanyak 2 orang bisa diralat."
"Dan, kalau dugaan untuk mentersangkakan Sekjen sudah sejak lama. Sangat jelas ada upaya untuk mengganggu PDI Perjuangan dengan tujuan menenggelamkan atau mengambil alih," ujar Chico dalam keterangannya, Selasa.
Baca juga: Rekam Jejak Hasto Kristiyanto di PDIP, Kini Jadi Tersangka KPK di Kasus Harun Masiku
Chico lantas mengungkit adanya ancaman sprindik yang diarahkan kepada beberapa ketua umum partai politik (parpol) lain.
"Ketika ada ancaman sprindik pada beberapa ketua umum partai lain, kemudian menyerah dan ikut arus kebijakan/pilihan/dukungan suatu kekuatan itu bukti nyata politisasi hukum," terangnya.