News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

PDIP Selalu Sebut Kasus Hasto Bernuansa Politis, tapi Belum Ajukan Praperadilan Sampai Sekarang

Penulis: Rifqah
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (19/12/2024). (Fersianus Waku) - PDIP selalu menyebut kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto bersifat politis, namun belum putuskan mengajukan praperadilan.

TRIBUNNEWS.COM - Sampai saat ini, PDIP selalu menyebutkan kasus yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto bersifat politis.

Menurut Ketua DPP PDIP, Ronny Talapessy mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya fokus mencari eks caleg PDIP, Harun Masiku yang sampai sekarang masih menjadi buron dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR.

Bukan malah memeriksa Hasto dan menetapkannya sebagai tersangka dalam perkara yang melibatkan Harun Masiku tersebut.

Ronny mengatakan, penetapan tersangka Hasto itu tidak jelas dan terkesan seperti teror semata.

"Kenapa kami selalu sampaikan ini politis? Kami melihat fokus KPK seharusnya mencari buron Harun Masiku."

"Tetapi, fokus itu berubah dengan memanggil serta memeriksa Mas Hasto tanpa kejelasan mau apa, dan terkesan seperti teror," ujar Ronny saat dihubungi Kompas.com, Minggu (29/12/2024).

Selain itu, Ronny juga menyoroti soal bocornya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), sebelum KPK resmi mengumumkan Hasto sebagai tersangka.

Menurutnya, hal tersebut seperti sengaja dilakukan untuk membuat publik menyoroti penetapan tersangka Hasto.

"Proses pemanggilan ini sendiri selalu diwarnai drama. Bahkan kebocoran SPDP terakhir ini juga seperti drama politik yang diciptakan KPK untuk memframing agar viral," kata Ronny.

Oleh karena itu, Ronny menyebut, proses penetapan tersangka Hasto itu terkesan terburu-buru dan belum memiliki dasar yang kuat. 

Ronny pun menduga bahwa langkah KPK saat ini lebih berdasarkan asumsi daripada bukti konkret soal Hasto melakukan suap ataupun merintangi penyidikan. 

Baca juga: Tak Tinggal Diam, Hasto Ancam Bongkar Video Skandal Pejabat Negara, KPK Minta Langsung Laporkan Saja

"Proses ini terlalu terburu-buru dan prematur karena saya menduga belum ada bukti yang kuat dalam menetapkan Sekjen PDI Perjuangan Mas Hasto sebagai tersangka. Saya menduga hanya berdasarkan asumsi," kata Ronny. 

Meski demikian, hingga saat ini, PDIP diketahui belum memutuskan untuk mengajukan praperadilan terhadap status tersangka Hasto tersebut.

Demikian disampaikan oleh Juru Bicara PDIP, Guntur Romli.

"Soal itu nanti Tim Hukum yang akan menyampaikan. Belum ada soal itu (Rencana ajukan praperadilan)" kata Guntur dihubungi, Minggu.

Namun, dikatakan Guntur, pendampingan hukum kepada Hasto akan diberikan atas nama partai. 

"Pendampingan resmi karena kasus ini bukan pribadi Hasto Kristiyanto, tapi sebagai Sekjen PDI Perjuangan," tegasnya. 

Peran Hasto dalam Kasus Dugaan Suap Harun Masiku

Sebelumnya, Ketua KPK, Setyo Budiyanto telah mengungkapkan keterlibatan Hasto dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) terhadap Harun Masiku.

Setyo menjelaskan, awalnya, Hasto bersama dengan Harun Masiku memberikan suap kepada eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan terkait Pileg 2019 lalu.

Saat itu, kata Setyo, Hasto meminta agar Harun Masiku ditempatkan pada daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan, meski yang bersangkutan berdomisili di Toraja, Sulawesi Selatan.

Dalam raihan suara, Harun Masiku kalah dengan caleg PDIP lainnya yaitu, Riezky Aprilia.

Setyo mengatakan, seharusnya Riezky Aprilia menjadi sosok yang menggantikan caleg terpilih, Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada 26 Maret 2019 yang lalu.

Namun, ada upaya dari Hasto untuk memenangkan Harun Masiku lewat beberapa upaya yang dilakukan. 

Pertama, Hasto melakukan pengujian konstitusional atau judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

Setelah dikabulkan, ternyata KPU tidak melaksanakan terkait putusan judicial review Hasto yang dikabulkan oleh MA.

Hasto lantas mengajukan permintaan fatwa kepada MA.

"Kemudian menandatangani surat nomor 2576 tertanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan judicial review," kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).

"Setelah ada putusan dari MA, KPU tidak mau untuk melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, saudara HK meminta fatwa kepada MA," sambungnya.

Selain itu, Hasto juga berupaya meminta Riezky mengundurkan diri dan diganti oleh Harun Masiku, menggantikan Nazarudin yang meninggal dunia.

Namun, permintaan Hasto itu ditolak oleh Riezky.

Hasto kemudian berupaya memerintahkan kader PDIP, Saiful Bahri ke Singapura agar Riezky mau mundur, tetapi berujung penolakan serupa.

Tidak menyerah, upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menahan surat undangan pelantikan anggota DPR yang ditujukan kepada Riezky.

"Bahkan surat undangan pelantikan anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh Saudara HK dan meminta Saudari Riezky mundur setelah pelantikan," jelas Setyo.

Setyo menyebut, upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menyuap Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina.

"Di mana Wahyu merupakan kader dari partai yang menjadi komisioner di KPU," jelas Setyo.

Setelah itu, Hasto bertemu dengan Wahyu pada 31 Agustus 2019 lalu.

Kemudian, berdasarkan penyelidikan, Setyo menyebut uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu dari Hasto.

"Bahwa dalam proses perencanaan sampai proses penyerahan, uang tersebut Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara Saiful Bahri dan DTI dalam memberikan suap kepada komisioner KPU, Wahyu Setiawan," tuturnya.

Setyo menyebutkan, Hasto juga memiliki peran mengendalikan DTI untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA dan surat pelaksanaan fatwa MA kepada KPU.

Hasto juga meminta DTI untuk melobi anggota KPU agar bisa menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR.

"Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada komisioner KPU melalui Tio," tutur Setyo.

"Kemudian, HK bersama-sama dengan HM, Saiful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan, jumlahnya seperti pada kasus sebelumnya," sambungnya.

Atas perbuatannya ini, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.

(Tribunnews.com/Rifqah/Rahmat Fajar) (Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini