Merujuk pada skor Programme for International Student Assessment (PISA), kondisi pendidikan Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Nilai literasi turun dari 397 pada 2015 menjadi 359 di tahun 2022. Lalu nilai Numerasi turun dari 386 menjadi 366, sedangkan sains turun dari 403 menjadi 383 pada periode yang sama.
“Bagian dari pendidikan adalah mendidik masyarakat untuk ikut memberantas kekerasan terhadap perempuan dan anak. Lonceng darurat kekerasan selalu menggema, namun solusinya belum banyak mengubah keadaan,” ujar Cucun.
Data tahun 2024 menyebutkkan, ada sebanyak 12.637 kasus dengan jumlah korban 13.487 perempuan. Sebanyak 80 persen kekerasan dialami perempuan dengan kelompok usia paling banyak 13-17 tahun dan 62 persen adalah anak-anak. Sementara itu, 86,6 persen pelakunya adalah laki-laki dengan usia paling banyak antara 25-44 tahun (45 persen).
Di sisi kesehatan masyarakat, Indonesia telah mencatat kemajuan dalam pengendalian penyakit menular seperti malaria, DBD, tuberkulosis, dan HIV-AIDS, meskipun upaya pengendalian masih perlu diperkuat. Respons terhadap penyakit menular baru, seperti flu burung H5N1 dan pandemi Covid-19, juga menunjukkan peningkatan kapasitas sistem kesehatan nasional.
Namun, beban Penyakit Tidak Menular, seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan kanker, terus meningkat dan menjadi penyebab utama kematian di Indonesia, melampaui penyakit infeksi seperti tuberkulosis dan infeksi saluran pernapasan.
Sebelumnya, penyakit tidak menular lebih banyak ditemukan pada orang tua. Saat ini, prevalensi Penyakit Tidak Menular semakin meningkat pada kelompok usia 10–14 tahun dan penyakit terbanyak adalah penyakit jantung, kelainan darah, malanutrisi, dan diabetes.
Di sisi capaian pengentasan kemiskinan, persentase penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 9,03 persen yang setara dengan 25,22 juta orang, menurun 0,33 persen poin terhadap Maret 2023 dan menurun 0,54 persen poin terhadap September 2022.
Baca juga: PKB Dorong Ida Fauziyah Maju Pilkada DKI Jakarta, Syaiful Huda dan Cucun Syamsurijal di Pilgub Jabar
Cucun mengatakan pengentasan kemiskinan ini bisa dibilang lambat. Dalam sepuluh tahun terakhir, penurunan tingkat kemiskinan hanya sekitar 2 poin persen atau 0,2 poin persen per tahun.
Pada kemiskinan ekstrem, capaian selama satu dekade ini cukup bagus. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia telah menurun secara signifikan, dari 6,18 persen pada 2014 menjadi hanya 0,83 persen pada Maret 2024. Angka ini meleset dari target pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen di tahun 2024.
“Masalah ketimpangan kaya-miskin juga menjadi persoalan serius di Indonesia. Kalau melihat Indeks Gini, Indonesia dilaporkan menempati urutan peringkat kedua di ASEAN dalam hal ketimpangan,” terangnya.
Meski demikian, sampai pada Maret 2024, pemerintah berhasil menurunkan angka ketimpangan menjadi 0,379 dari 0,388 tahun lalu.
Ke depan, Cucun menilai pembangunan kesejahteraan menghadapi tantangan yang tidak ringan. Disrupsi digital diperkirakan menyapu 85 juta lapangan pekerjaan lama. Pada saat yang sama, disrupsi melahirkan lapangan pekerjaan baru dalam jumlah yang lebih banyak.
“Karena itu, upaya pemerintah melakukan reskilling (pembekalan) dan upskilling (peningkatan) tak bisa ditawar lagi. Jika tidak, maka korban pengangguran dan kemiskinan akan bergelimpangan,” tegas Cucun.
Pimpinan DPR koordinator bidang kesejahteraan rakyat (Kesra) itu pun menyoroti munculnya penyakit mental dan moral masyarakat. Cucun mengatakan ada berbagai macam penyebabnya.