Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan progresif dengan membatalkan ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, menyambut baik langkah ini, namun menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap implikasi dari keputusan tersebut.
Baca juga: Berpeluang Bisa Usung Capres Sendiri, Cak Imin Happy Presidential Treshold Dihapus MK
Karyono mengatakan, putusan MK memberikan hak yang sama bagi seluruh partai politik peserta Pemilu untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan untuk memilih figur capres dan cawapres," kata Karyono, saat dihubungi, Sabtu (4/1/2025).
Namun, dia meminta agar putusan tersebut dicermati terutama implikasi pengaturan pelaksanaan dan kontestasi Pilpres ke depan.
Karyono mengingatkan, dihapusnya ambang batas pencalonan presiden dapat membuka peluang munculnya banyak kandidat, sebanding dengan jumlah partai politik peserta Pemilu.
Menurutnya, hal ini berpotensi menimbulkan kompetisi tidak sehat dan memperparah polarisasi di masyarakat.
Karyono menjelaskan, MK sendiri dalam amar putusannya sudah mengantisipasi potensi munculnya banyak calon.
Baca juga: MK Registrasi 309 Perkara Sengketa Hasil Pilkada 2024 Hingga Jumat 3 Januari 2024 Siang
"MK meminta lembaga pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusi (constitution engineering) termasuk di dalamnya harus memperhitungkan agar calon presiden dan wakil presiden tidak terlalu banyak, supaya tidak mengganggu hakikat pemilihan langsung oleh rakyat untuk menghasilkan Pemilu yang demokratis dan berintegritas," tegasnya.
Selain itu, Karyono menyoroti tantangan berat dalam pelaksanaan Pemilu jika banyak kandidat bersaing.
Beban kerja penyelenggara Pemilu dapat meningkat signifikan, mengulang tragedi Pemilu 2019 ketika banyak petugas Pemilu meninggal dunia akibat kelelahan.
Karyono juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap budaya politik transaksional yang kerap terjadi dalam Pemilu.
Dia menyebut praktik seperti politik uang, intimidasi, kampanye hitam, dan manipulasi suara sebagai ancaman serius bagi kualitas Pemilu dan integritas calon terpilih.