Di sisi lain, Edi menyoroti masih tingginya harga tiket pesawat padahal Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penurunan harga tiket pesawat dalam negeri sekitar 13-14% selama periode libur Idul Fitri.
Periode pembelian diskon tiket pesawat berlaku sejak 1 Maret-7 April 2025, dengan periode penerbangan berlaku 24 Maret-7 April 2025.
“Ini kan perlu dibuka secara transparan berapa sebetulnya ambang batas tertinggi harga tiket pesawat, berapa batasan harga tiket yang sebetulnya diperbolehkan untuk dinaikkan,” sebut Edi.
Bukan tanpa alasan Edi menyampaikan hal ini. Pasalnya ia sempat mengecek di salah satu aplikasi pembelian tiket transportasi umum dan menemukan masih mahalnya harga tiket pesawat jelang Lebaran.
“Saya lihat hari ini di salah satu aplikasi, saya cek harga tiket pesawat tujuan Padang tanggal 24 Maret (minggu terakhir sebelum Lebaran) harga tampilan di depan Rp 1.594.000 tapi saat diklik harga berubah. Harga termurah di Rp 1.673.000 tapi transit 12 jam 25 menit. Ini belum ditambah delay,” urai Edi.
Bahkan Edi melihat harga tiket pesawat di H-3 Lebaran untuk maskapai Garuda mencapai Rp 9,5 juta di mana harga termurah di kisaran Rp 4,1 juta dengan transit 10 jam 55 menit. Edi meminta agar hal ini menjadi atensi bagi Menteri Perhubungan (Menhub).
“Harusnya dicek oleh Menhub, karena ada komitmennya 6 persen anggaran APBN digunakan untuk subsidi ini. Jangan sampai ketika dihitung, tidak terjadi penurunan tiket, lalu uang (subsidi) ini ke mana,” tukasnya.
“Harapan saya juga KPK dan Kejagung bisa memonitor hal ini sehingga semua bisa mengawal, termasuk BPK. Karena setiap tahun seperti ini, baik Natal, Lebaran,” lanjut Edi.
Jajaran kementerian pun diminta untuk menjaga wibawa Presiden Prabowo yang telah memastikan adanya penurunan harga tiket pesawat sebagai insentif Lebaran dari Pemerintah untuk masyarakat Indonesia.
“Nah ini waktunya kementerian atau menteri menjaga wibawa presiden yang sudah menyatakan terjadi penurunan tiket,” katanya.
“Semangat ini kan masyarakat melihat, kalau ternyata tiketnya masih mahal tentu yang dapat nama tidak baik itu negara atau presiden,” tutup Edi.