Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengungkapkan, hasil uji samping takjil.
Mayoritas takjil yang diuji sampling aman dari bahan berbahaya. Meski demikian masih ada oknum yang menambahkan bahan berbahaya pada jajanan untuk buka puasa itu.
Pihaknya melakukan pengawasan takjil/jajanan buka puasa melalui pengujian di tempat secara cepat (rapid test kit).
Sampling dilakukan terhadap 2.313 pedagang di 462 lokasi sentra penjualan pangan takjil.
"Total pangan takjil yang diuji mencapai 4.958 sampel dengan hasil 4.862 sampel (98,06 persen) memenuhi syarat (MS) dan 96 sampel (1,94 persen) tidak memenuhi syarat (TMS)," tutur dia di kantor BPOM RI, Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Adapun sampel takjil yang TMS mengandung bahan dilarang formalin (49 sampel), boraks (24 sampel), dan rhodamin B (23 sampel).
Pengujian dilakukan terhadap kemungkinan kandungan bahan dilarang digunakan pada pangan, yaitu formalin, boraks, dan serta pewarna (rhodamin B dan kuning metanil).
Hasil uji sampel pangan yang positif formalin yaitu pada mi kuning basah, teri nasi, rujak mi, cincau hitam, dan tahu sutera.
Kemudian sampel positif boraks yaitu kerupuk tempe, mi kuning, kerupuk nasi, kerupuk rambak, dan telur lilit.
Sedangkan sampel positif rhodamin B yaitu delima/Dalimo, kerupuk rujak mi, kerupuk merah, kerupuk mi merah, dan pacar cina pink.
“Meskipun BPOM sering turun dan melakukan pemeriksaan ke lapangan, ternyata pangan mengandung bahan yang dilarang masih juga ditemukan pada pengawasan kali ini. Kami telah menginstruksikan kepada penjaja takjil untuk tidak menjual produk yang mengandung bahan berbahaya lagi. Ganti suplier pangan lain, cari yang tidak menggunakan bahan berbahaya,” jelas Ikrar.
Pada Ramadan tahun ini, Kepala BPOM melakukan sidak langsung dan melakukan edukasi tentang keamanan pangan pada sejumlah pedagang takjil di lokasi Bazar Takjil Ramadan, Bendungan Hilir, Jakarta, serta kawasan Mappanyukki, Kota Makassar.
Masyarakat diharapkan turut berperan aktif dalam pengawasan dengan melaporkan temuan produk pangan yang diduga ilegal, kedaluwarsa, atau rusak melalui kanal pengaduan resmi BPOM.
“Melalui sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, diharapkan dapat menekan peredaran produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan” tutupnya.