News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dampak Ketegangan Rusia-Ukraina, Cryptocurrency Merosot, Investor Cari Investasi yang Lebih Aman

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Personel militer AS dari negara-negara Sekutu yang dikerahkan ke Rumania mengambil bagian dalam upacara selama kunjungan Sekjen NATO dan Presiden Rumania di Pangkalan Militer Mihail Kogalniceanu pada 11 Februari 2022 di Mihail Kogalniceanu, Rumania. Kepala NATO Jens Stoltenberg memperingatkan pada 11 Februari 2022 tentang risiko nyata untuk konflik bersenjata baru di Eropa karena aliansi dan Rusia meningkatkan kehadiran pasukan mereka di sekitar Ukraina.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Cryptocurrency atau aset kripto berada di zona merah pada Senin (14/2/2022) kemarin, akibat meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina yang mendorong investor untuk beralih investasi dari aset kripto ke investasi tradisional seperti emas dan obligasi.

Melansir dari situs markets.businessinsider.com, Selasa (15/2/2022) lebih dari 65 miliar dolar AS dihapus dari kapitalisasi pasar aset kripto global selama 24 jam terakhir, karena ketegangan di Eropa Timur menurunkan minat investor dan menyebabkan nilai bitcoin dan ethereum turun pada Senin kemarin.

Baca juga: Siaga Perang Rusia-Ukraina, Eropa Timur Siapkan Tempat Pengungsian

Bitcoin turun 0,8 persen pada level 42 ribu dolar AS, sementara ether turun 2,2 persen pada level 2,877 dolar AS. Dalam 7 hari terakhir pada minggu lalu, Ether telah turun sebanyak 7 persen, dibandingkan dengan bitcoin yang mengalami penurunan sebanyak 1,1 persen.

Altcoin memimpin penurunan dengan cardano, solana dan avalanche yang kesemuanya mengalami penurunan lebih dari 3 persen pada Senin kemarin. Cardano kehilangan 3,45 persen dalam 24 jam, sementara solana kehilangan 4 persen dan avalanche kehilangan sebanyak 5,26 pesen.

Tidak hanya itu, di tempat lain saham berjangka AS di Eropa turun sebanyak 98 persen dari Stoxx 600 dan berada di zona merah. Para investor bergegas menuju ke investasi emas dan franc Swiss yang lebih aman selama ketegangan di Eropa Timur berlangsung.

Baca juga: AS Pindahkan Kedutaan Besar Ukraina dari Kiev ke Lvov

Analis di GlobalBlock Marcus Sotiriou mengatakan aset berisiko seperti kripto dan saham teknologi akan menderita selama ketidakpastian perang.

Marcus mengatakan peringatan Presiden AS Joe Biden akan menutup pipa Nord Stream 2 yang menyalurkan gas alam Rusia ke Jerman, jika Rusia benar akan menginvasi Ukraina telah menambah ketegangan yang terjadi.

"Pipa ini menyediakan sebagian besar gas alam Eropa, jadi jika ditutup ini dapat menyebabkan harga minyak naik dan karenanya membuat inflasi lebih menjadi masalah. Inflasi yang tinggi adalah alasan untuk Federal Reserve menaikkan suku bunga dan berpotensi membawa kita ke arah resesi, karena pertumbuhan yang lebih lambat dari kebijakan moneter yang agresif," kata Sotiriou.

Pada Senin kemarin, minyak mentah mendekati 100 dolar AS per barel, sementara gas alam Eropa melonjak 5 persen, sehingga menambah kekhawatiran tentang inflasi konsumen yang akan berlangsung lama.

Baca juga: Ukraina Serukan Pertemuan dengan Rusia dalam Waktu 48 Jam, Bahas Ketegangan Perbatasan

Beberapa analis kripto menyatakan keprihatianan yang lebih besar untuk pasar secara umum sepanjang 2022 ini dan mengklaim bisa saja tahun ini menjadi bearish year atau tahun di mana kondisi pasar saham mengalami tren turun atau melemah.

Ahli strategi investasi, Lyn Alden mengatakan bahwa bitcoin cenderung akan menunjukan kinerja buruk setelah kenaikan besar.

"Kenaikan utama Bitcoin berjalan secara historis, hanya ada ukuran sampel sekitar empat dari mereka pada 2011, 2013, 2017 dan 2020, yang terjadi selama lingkungan PMI yang meningkat, jadi, percepatan ekonomi. Jadi secara umum, jenis periode sekarang secara historis tidak bagus untuk aksi harga bitcoin," ungkap Lyn Alden.

Harga Minyak Dunia Bisa Tembus 120 Dollar AS Per Barrel

Harga minyak mentah dunia diprediksi terus menguat, seiring dengan semakin panasnya tensi antara Rusia dan Ukraina.

JPMorgan bahkan memproyeksikan, harga minyak bisa mencapai level 120 dollar AS atau setara sekitar Rp 1,7 juta per barrel, apabila ekspor Rusia terganggu oleh konflik dengan Ukraina.

"Segala bentuk disrupsi yang mengganggu pasokan minyak dari Rusia, dalam konteks kapasitas cadangan yang rendah di wilayah lain, dapat dengan mudah membuat harga minyak ke level 120 dollar AS," ujar Head of Global Commodities Strategy JPMorgan, Natasha Kaneva, dilansir dari CNN, Jumat (10/2/2022).

Lonjakan harga tersebut pada akhirnya akan mengkerek harga bahan bakar minyak (BBM). Sementara, harga bensin di Amerika Serikat saat ini telah mencapai level tertinggi dalam kurun waktu 7 tahun terakhir.

Raksasa bank investasi multinasional itu juga mewanti-wanti harga minyak mentah acuan global, Brent, yang berpotensi melesat ke level 150 dollar AS per barrel, apabila ekspor minyak mentah Rusia turun hingga 50 persen.

Tensi antara Rusia dengan Ukraina telah mendorong harga minyak mentah selama beberapa pekan terakhir. Pada awal pekan ini, harga minyak mentah acuan Brent mencapai level tertingginya dalam kurun waktu 7 tahun terakhir di level 94 dollar AS per barrel.

Rusia memang memiliki pengaruh besar terhadap pergerakan harga minyak mentah, mengingat Negara Beruang Putih itu merupakan produsen minyak dan gas alam terbesar kedua, hanya kalah oleh Amerika Serikat.

Konflik dengan Ukraina berpotensi merusak infrastruktur migas Rusia. Hal ini lah yang dikhawatirkan dapat mendongkrak harga minyak mentah global.

Siaga Perang, Rusia Disebut akan Serang Ukraina pada 16 Februari

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy meminta warganya untuk mengibarkan bendera negara itu di gedung-gedung dan menyanyikan lagu kebangsaan secara serempak pada 16 Februari 2022.

Menurut beberapa media Barat, tanggal 16 Februari disebut sebagai kemungkinan awal invasi bagi Rusia.

Pejabat Ukraina menekankan bahwa Zelenskiy tidak memprediksi serangan pada tanggal tersebut, tetapi menanggapi dengan skeptis terhadap laporan media asing.

Demonstran meneriakkan slogan-slogan saat mereka berbaris di belakang spanduk bertuliskan "Ukraina akan melawan" dengan warna bendera nasional selama rapat umum di Kyiv pada 12 Februari 2022, yang diadakan untuk menunjukkan persatuan di tengah peringatan AS tentang invasi Rusia yang akan segera terjadi. (Photo by Sergei SUPINSKY / AFP) (AFP/SERGEI SUPINSKY)

Beberapa organisasi media Barat telah mengutip pejabat Amerika Serikat (AS) dan lainnya terkait tanggal pasukan Rusia akan siap untuk menyerang.

"Mereka memberi tahu kami bahwa 16 Februari akan menjadi hari penyerangan. Kami akan menjadikannya hari persatuan," kata Zelenskiy, seperti dilansir dari Reuters.

"Mereka mencoba menakut-nakuti kami dengan menyebutkan tanggal dimulainya aksi militer," kata Zelenskiy.

"Pada hari itu, kami akan mengibarkan bendera nasional kami, mengenakan spanduk kuning dan biru, dan menunjukkan kepada seluruh dunia persatuan kami."

Zelenskiy telah lama mengatakan bahwa meskipun dia yakin Rusia mengancam negaranya, kemungkinan serangan yang akan segera terjadi telah dilebih-lebihkan oleh sekutu Barat Ukraina, menanggapi upaya Moskow untuk mengintimidasi Ukraina dan menabur kepanikan.

Mykhailo Podolyak, seorang penasihat kepala staf Zelenskiy, mengatakan kepada Reuters bahwa presiden menanggapi tanggal penyerangan sebagai sebuah "ironi".

"Sangat dapat dimengerti mengapa orang Ukraina hari ini skeptis tentang berbagai 'tanggal tertentu' dari apa yang disebut 'mulai invasi' yang diumumkan di media," katanya.

"Ketika awal invasi menjadi semacam tanggal tur bergulir, pengumuman media semacam itu hanya bisa dianggap ironi."

Kantor Zelenskiy merilis teks dekrit yang menyerukan semua desa dan kota di Ukraina untuk mengibarkan bendera negara pada hari Rabu, dan seluruh bangsa menyanyikan lagu kebangsaan pada pukul 10 pagi.

Ukraina juga menyerukan peningkatan gaji tentara dan penjaga perbatasan.

Para pejabat AS mengatakan mereka tidak memperkirakan serangan yang diperintahkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari tertentu.

Tetapi Putin berulang kali memperingatkan bahwa serangan itu bisa datang kapan saja.

"Saya tidak akan menyebutkan tanggal tertentu, saya pikir itu tidak cerdas."

"Saya hanya akan memberi tahu Anda bahwa sangat mungkin dia (serangan) bisa pindah tanpa peringatan," kata juru bicara Pentagon John Kirby kepada wartawan.

Sebelumnya, Kirby mengatakan Moskow masih menambah kemampuan militernya di perbatasan Ukraina.

Baca juga: Ketegangan Meningkat, Presiden Ukraina Undang Biden untuk Segera Berkunjung

Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan Washington, yang telah memulangkan sebagian besar diplomatnya, memindahkan sisa misi diplomatiknya di Ukraina dari Kyiv ke kota barat Lviv, lebih jauh dari perbatasan Rusia.

Rusia memiliki lebih dari 100.000 tentara yang berkumpul di dekat perbatasan Ukraina.

Seorang demonstran membawa karikatur yang menggambarkan Vladimir Putin, Joseph Stalin dan Adolf Hitler saat dia berjalan dengan yang lain selama rapat umum di Kyiv pada 12 Februari 2022, yang diadakan untuk menunjukkan persatuan di tengah peringatan AS tentang invasi Rusia yang akan segera terjadi. - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa peringatan serangan Rusia yang akan segera terjadi di negaranya memicu "kepanikan" dan menuntut untuk melihat bukti kuat dari invasi yang direncanakan. (Photo by Sergei SUPINSKY / AFP) (AFP/SERGEI SUPINSKY)

Ini menyangkal tuduhan Barat bahwa mereka merencanakan invasi, tetapi mengatakan mereka bisa mengambil tindakan teknis militer yang tidak ditentukan kecuali serangkaian tuntutan dipenuhi, termasuk melarang Kyiv bergabung dengan aliansi NATO.

Rusia menyarankan pada hari Senin bahwa mereka siap untuk terus berbicara dengan Barat untuk mencoba meredakan krisis keamanan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini