TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bisnis aset kripto di Indonesia dipastikan terus meningkat, bahkan potensinya telah mencapai ratusa miliar.
Pemerintah membuat kebijakan untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi aset kripto di Indonesia akan berbuah manis pada pendapatan negara.
Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Bonarsius Sipayung menunjukkan hitungan kasar otoritas pajak, penerimaan dari pengenaan PPN dan PPh atas transaksi aset kripto bisa mencapai Rp 1 triliun.
Baca juga: Toko Swalayan di Australia Mulai Berlakukan Pembayaran Gunakan Mata Uang Kripto
“Potensi penerimaannya kami mengambil data total transaksi kripto 2020 di Indonesia mencapai Rp 850 triliun.
Misal kita ambil contoh tarif dari Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang tidak terdaftar Bappebti, maka tarifnya 0,2% dikalikan total transaksi kripto tersebut, maka hasilnya hampir Rp 1 triliun sekian,” ujar Bonarsius kepada awak media, Rabu (6/4/2022).
Potensi penerimaan yang besar tersebut bisa dioptimalkan untuk memperbesar nominal bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat kelas bawah.
Dengan demikian, Bornarsius menyiratkan investasi kripto ini sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
“Lumayan, Rp 1 triliun lebih ini dibagi dalam bentuk BLT seluruh Indonesia dapat.
Jadi yang punya uang lebih bisa berinvestasi, dapat keuntungan, penerimaan negara naik, dan bisa berbagai kepada masyarakat lain,” tambah Bornasius.
Baca juga: Saat Harga Bitcoin Turun, Sejumlah Mata Uang Kripto Ini Beri Keuntungan Besar
Kemudian, pengenaan pajak ini dikenakan kepada pihak yang memfasilitasi perdagangan aset kripto baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini menimbang azas ekadilan kepada setiap pelaku usaha di dalamnya.
Karena menurut Bonarsius, pihak-pihak ini luas. Bahkan bisa mencakup marketplace dalam negeri maupun luar negeri.
Namun tentunya, untuk luar negeri pemerintah memiliki tolak ukur. Hanya, ia menegaskan pemerintah akan tetap menerapkan dengan adil.
Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Humas DJP Dwi Astuti mengatakan, potensi penerimaan kripto ini juga akan sangat bergantung seberapa besar volume transaksi, sehingga jumlahnya bisa naik maupun turun dari tahun 2020.
Sebagai tambahan informasi, pemerintah sudah resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no. 68/PMK.03/2022 yang mengatur tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi perdagangan aset kripto.
Baca juga: Luar Biasa, Jumlah Investor Kripto di Indonesia Melambung, Kini Mencapai 12,4 Juta