“Menurut Hukum Metcalfe, benar, nilai jaringan sama dengan jumlah pengguna yang dikuadratkan. Jadi ketika tingkat adopsi (bitcoin) tumbuh secara linier, harga atau nilai jaringan, tumbuh secara eksponensial,” ujarnya.
“Jadi seperti internet, seperti adopsi ponsel, seperti media sosial, (bitcoin) pada dasarnya mengikuti kurva S adopsi ini. Itulah yang menurut saya akan terjadi,” tambahnya.
Alasan Bitcoin mengalami crash
Sementara itu, melansir inews.co.uk, harga Bitcoin saat ini tetap tertahan di sekitar level US$ 30.000 setelah mengalami crash pada awal Mei.
Cryptocurrency terbesar di dunia saat ini bernilai US$ 29.300. Selama seminggu terakhir, harga Bitcoin telah menunjukkan pola naik kembali lebih dari level US$ 30.000, sebelum akhirnya turun di bawah angka itu lagi.
Apa yang menyebabkan harga Bitcoin jatuh? Investor tampaknya menjauh dari cryptocurrency dan menuju investasi yang kurang berisiko dalam menghadapi inflasi global.
Crypto telah dirugikan lebih lanjut oleh penurunan tajam harga saham AS.
Baca juga: Lawan Penipuan Berkedok Aset Kripto, Pemerintah Uruguay Gencar Sosialisaikan Kampanye Uang Digital
“Tingkat inflasi yang melonjak telah membuat pasar keuangan global menatap ke dalam jurang karena prospek resesi global tampak besar. Ini membuat semua aset yang telah diuntungkan dari lebih dari satu dekade kebijakan moneter akomodatif dari bank sentral rentan terhadap koreksi karena suku bunga naik," papar Analis di bursa crypto Bitfinex.
Morgan Stanley mengatakan minat investor institusional dalam cryptocurrency membuatnya lebih sensitif terhadap perubahan suku bunga, dan membuatnya berperilaku lebih seperti pasar saham tradisional.
“Investor ritel bukan lagi pedagang kripto yang dominan. Proporsi terbesar dari volume perdagangan crypto harian berasal dari institusi crypto, yang sebagian besar berasal dari mereka yang berdagang satu sama lain. Misalnya pertukaran, penjaga, dan dana crypto,” tulis perusahaan itu dalam sebuah catatan.
artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Pasar Kripto Hancur, Ini Alasan Mengapa Investor Jangan Panik Dulu