TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sempat booming pada tahun 2021 lalu, tahun ini ternyata tidak berpihak pada aset kripto.
Nasib salah satu investasi terbaru di bidang digital tersebut pada 2022 ini justru berbalik 180 derajat.
Nasib buruk bitcoin dan sebagainya ini terus mengalami gejolak sejak awal tahun dan pada permulaan Juni ini aset kripto menjadi instrumen investasi dengan kinerja terburuk.
Merujuk Coinmarketcap, pada pukul 11.30 WIB, Bitcoin berada di level US$ 29.709,05 atau telah turun 37,70 % secara year to date.
Baca juga: Tambang Kripto Kazakhstan Menghasilkan Keuntungan Hingga 1,5 Juta Dolar AS di Kuartal Pertama 2022
Sementara itu, Ethereum yang berada di level US$ 1.789,96, lalu Binance Coin yang berada di level US$297,10, masing-masing juga sudah turun 52,52 % dan 43,67 % sepanjang tahun berjalan.
VP Growth Marketing Tokocrypto Cenmi Mulyanto mengungkapkan, aset kripto pada tahun ini memang akan sulit untuk bisa mengulang pertumbuhan layaknya 2020-2021 silam.
Pasalnya, faktor eksternal terus-menerus pasar aset kripto sepanjang 2022 ini.
“Kondisi seperti faktor makroekonomi, inflasi yang tinggi, hingga permasalahan geopolitik sangat sangat mempengaruhi pertumbuhan market kripto saat ini.
Aset kripto tidak sendiri, mengingat pasar saham dan instrumen investasi lainnya juga mengalami kondisi yang serupa,” kata Cenmi ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (3/6/2022).
Walau begitu, Cenmi percaya industri aset kripto masih punya prospek menarik dan yang terjadi saat ini merupakan koreksi sementara saja.
Baca juga: Update Harga Kripto Hari Ini, Bitcoin dkk Bergerak di Zona Hijau
Bahkan, menurutnya, fase bearish pada market kripto saat ini justru baik dan sehat untuk industri.
Kondisi tersebut dinilai bisa layaknya seleksi alam, karena memperlihatkan project kripto yang baik dan tidak.
Ia mencontohkan, kasus yang menimpa Terra LUNA merupakan kondisi market yang menguji konsep stablecoin algoritmik.
Ternyata terbukti konsep tersebut masih punya kelemahan dibandingkan stablecoin yang di-backup dengan aset mata uang fiat.
“Hal-hal tersebut yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk industri yang sehat dan terus melahirkan inovasi baru. Sehingga peluang untuk yang lebih besar di masa mendatang,” imbuhnya.
Di satu sisi, dia juga menilai kondisi bearish aset kripto saat ini sangat berbeda dibandingkan kondisi serupa pada tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini dikarenakan pasar saat ini yang telah dimasuki oleh banyak investor institusional.
Baca juga: Di Tengah Ancaman Inflasi, Warga Argentina Beralih ke Kripto
Pada akhirnya, keberadaan investor institusional tersebut justru tidak akan membiarkan perbendaharaan aset Bitcoin mereka terperosok lebih jauh.
Alhasil, kondisi tersebut bisa menguatkan market untuk kembali bullish ke depannya.
Apalagi ke depannya industri kripto masih punya potensi yang sangat besar, oleh karena itu Cenmi optimistis aset kripto masih bisa kembali bullish.
Dengan adopsi teknologi blockchain yang semakin luas, nantinya aset kripto tidak sebatas sebagai instrumen investasi.
Akan tetapi juga sebagai backbone ekosistem yang bisa menyelimuti banyak sektor, yang pada akhirnya akan memperkuat fundamental kripto itu sendiri.
“Investor bisa melihat industri aset kripto di Indonesia lebih luas lagi. Dampaknya akan besar tidak hanya sebagai instrumen investasi, tetapi membangun industri blockchain yang bisa meliputi banyak sektor,” jelas Cenmi.
Transaksi Tetap Tumbuh
Di tengah tekanan yang dihadapi aset kripto sepanjang tahun ini, hal ini turut berdampak pada market cap industri kripto.
Mengawali tahun ini, market cap industri kripto masih sebesar US$ 2,19 triliun.
Namun, pada hari ini, Minggu (5/6), market cap industri kripto susut menjadi US$ 1,26 triliun, artinya sudah terjadi penyusutan sebesar 42,5 % pada periode tersebut.
Baca juga: Baru Mulai Investasi Kripto? Gunakan Dollar Cost Averaging untuk Mengurangi Risiko!
Cenmi mengakui imbas dari tren bearish aset kripto dalam beberapa pekan terakhir telah membuat market anjlok.
Sebagian investor telah panik sehingga melakukan banyak aksi jual dan memindahkan dananya ke aset yang tidak beresiko.
Walau begitu, ia menyebut kondisi tersebut tidak banyak memberi dampak yang signifikan terhadap trading volume aset kripto di Tokocrypto.
Selain itu, jumlah investor di Tokocrypto juga masih tetap mencatatkan pertumbuhan di tengah kondisi tersebut.
“Sepanjang April-Mei, dari data internal terjadi peningkatan 15 % dari daily trading volume pada kuartal I 2022 sebesar $ 50 juta.
Kemungkinan, investor dalam negeri masih percaya terhadap pertumbuhan industri aset kripto ke depannya,” tutur Cenmi.
Baca juga: Lawan Penipuan Berkedok Aset Kripto, Pemerintah Uruguay Gencar Sosialisaikan Kampanye Uang Digital
Sementara untuk jumlah investor di Tokocrypto, Cenmi menyebut per April kemarin, jumlahnya sudah sebesar 2,7 juta investor.
Adapun, pada akhir kuartal I-2022, jumlahnya sebanyak 2,5 juta investor. Artinya masih ada kenaikan sekitar 200.000 investor di tengah tekanan yang dihadapi industri kripto.
Terpuruk
Merujuk Coinmarketcap, pada pukul 11.30 WIB, Bitcoin berada di level US$ 29.709,05 atau anjlok 37,70 % secara year to date (ytd).
Sementara itu, Ethereum yang berada di level US$ 1.789,96, lalu Binance Coin yang berada di level US$ 297,10, masing-masing juga ambles 52,52 % dan 43,67 % sepanjang tahun berjalan.
Sementara itu, tren bearish tersebut juga memberi dampak terhadap market cap industri kripto. Pasalnya, kini market cap industri kripto hanya sebesar US$ 1,26 triliun.
Padahal, pada awal tahun 2022, jumlahnya masih sebesar US$ 2,19 triliun. Artinya, telah terjadi penurunan market cap sebesar 42,5 % pada periode tersebut.
CEO Digital Exchange Duwi Sudarto Putra mengungkapkan, tekanan bertubi-tubi yang melanda pasar kripto menjadi penyebab turunnya harga dan market cap aset kripto.
Mulai dari pengetatan kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed), terjadinya konflik geopolitik, hingga tingginya inflasi global telah menekan aset berisiko, termasuk aset kripto.
Baca Juga: Penipuan Uang Kripto di AS Makan Korban, Kerugian Capai US$ 1 Miliar Sejak 2021
“Terlebih dengan adanya kabar buruk dari UST dan LUNA yang mengakibatkan kehebohan dan kepanikan pada market kripto,” kata Duwi kepada Kontan.co.id, Sabtu (4/6).
Kendati begitu, ia meyakini kejadian jatuhnya UST dan LUNA justru bisa menjadi hal yang baik bagi industri kripto maupun investor.
Pasalnya, hal tersebut bisa menjadi pembelajaran untuk pengembangan proyek kripto dan keputusan para investor dalam memilih aset ke depannya.
Lebih lanjut, Duwi juga melihat tren negatif yang terjadi di aset kripto ini bukanlah pertanda mulai turunnya pamor ataupun kejayaan aset kripto.
Dia menilai, saat ini investor kripto cenderung dalam posisi wait and see.
Terlebih dengan aset kripto yang sebelumnya sudah berada di periode bullish dan sentimen negatif belakangan ini.
Menurutnya, sikap investor saat ini merupakan hal yang wajar mengingat sifat kripto yang fluktuatif.
Apalagi, sebelumnya berbagai aset kripto telah mencapai level all time high pada periode bullish kemarin.
“Jadi, kemungkinan harga aset kripto masih akan cenderung sideways sebelum nantinya ada sentimen positif.
Barulah nanti diiringi dengan kembali masuknya para investor ketika pasar jauh lebih kondusif,” imbuh Duwi.
Dengan kondisi penurunan harga aset kripto, Duwi tak menampik merasakan dampak terhadap transaksi di exchange.
Akan tetapi, ia mengklaim transaksi yang terjadi di Digital Exchange tetap berjalan dan user juga masih melakukan pembelian aset kripto karena harga saat ini bisa dibilang sedang murah.
“Memang ada dampak, tapi untuk transaksi bisa dibilang tetap berjalan normal,” tutupnya. (Kontan/Hikma Dirgantara/Anna Suci Perwitasari)