"Mungkin yang membedakan saya dengan pemerintah adalah tujuan pembatasan tersebut,” kata Piter.
Piter menegaskan pedagang tekstil yang disebut menjadi korban dari munculnya aktivitas perdagangan social commerce tidak sepenuhnya benar.
“Sepinya pusat pembelanjaan seperti Tanah Abang disebabkan oleh perubahan lifestyle yang sekarang ini lebih bersifat digital,” ucap dia.
“Masyarakat mulai menikmati berbelanja secara online jadi tidak hanya disebabkan oleh Tiktok Shop tetapi juga oleh bentuk-bentuk belanja online lainnya,” imbuh Piter.
Ketertarikan masyarakat berbelanja secara online antara lain karena lebih mudah, tidak repot, dan juga banyak yang dianggap jauh lebih murah.
Perubahan gaya hidup ini tidak bisa dicegah atau dihindari.
Piter lebih lanjut berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu melarang tetapi perlu membuat regulasi yang lebih bertujuan kepada perlindungan konsumen, menjaga persaingan yg sehat.
“Social commerce sebaiknya dilarang karena tujuannya yang berpotensi melanggar perlindungan konsumen dan persaingan usaha sehat,” paparnya. (Kompas.com/Tribunnews.com)