Kelangkaan SDM dan Kematangan Digital Dinilai Masih Jadi Tantangan Inovasi Industri Perbankan
Muhammad Zulfikar/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Transaksi digital banking yang semakin subur menghadirkan tantangan tersendiri bagi industri perbankan berbasis teknologi, terutama terkait kematangan digital masyarakat yang masih rendah dan langkanya talenta di bidang teknologi digital.
Berdasarkan kajian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Indeks Literasi Digital Nasional tahun 2023 meningkat menjadi 3,65 dari 3,54 pada tahun 2022 (dalam skala 5 poin).
Meskipun meningkat, namun kemampuan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara umum masih perlu ditingkatkan.
“Salah satu tantangan utama industri perbankan digital saat ini adalah langkanya talenta digital, selain juga kemampuan bank mengadopsi teknologi yang berkembang pesat serta kematangan digital masyarakat yang perlu ditingkatkan,” kata Head of People & Culture PT Bank Jago Tbk, Pratomo Soedarsono dalam kuliah umum Universitas Prasetiya Mulya baru-baru ini.
Pratomo atau yang biasa dipanggil Tommy menilai, tidak semua segmen nasabah memiliki tingkat kematangan digital yang sama.
Nasabah dengan kematangan digital yang rendah relatif masih memerlukan kehadiran fisik bank, meskipun tidak harus selalu dalam bentuk kantor cabang.
“Sebagai bank berbasis teknologi yang tertanam dalam ekosistem digital, Bank Jago meluncurkan Aplikasi Jago untuk membantu semakin banyak orang agar punya kematangan digital keuangan yang semakin baik. Kami juga aktif memberikan edukasi keuangan kepada masyarakat khususnya generasi muda, sebagai bentuk kontribusi kami untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia,” tutur Pratomo.
Menurut Tommy, agar perbankan dapat sepenuhnya terdigitalisasi maka sistem perbankan maupun sumber daya manusianya memerlukan perubahan pola pikir dan budaya, yang didukung oleh kemampuan digital yang mumpuni.
Masalahnya, terdapat keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas di bidang teknologi digital serta ketidaksesuaian keterampilan antara yang tersedia dengan yang dibutuhkan (supply and demand) terhadap talenta digital di Indonesia.
“Kami di Bank Jago sejak 2021 cukup struggle dalam mencari digital talent. Dari ribuan yang kami tes dan seleksi, yang lolos itu cuma sekian persen, sedikit sekali,” ungkap Tommy.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, pihaknya menginisiasi sejumlah program untuk mengedukasi sekaligus menjaring SDM-SDM berkualitas yang dibutuhkan industri digital, khususnya bank berbasis teknologi. Salah satunya meluncurkan Jago Digital Academy atau JDA program pembelajaran mandiri berbasis digital hasil kolaborasi dengan partner-partner strategis dan perguruan tinggi.
JDA dirancang sebagai wadah kolaboratif bagi para talenta di bidang teknologi dalam mengakselerasi pengetahuan dan kompetensi digitalnya secara mandiri. Melalui program ini diharapkan muncul talenta-talenta unggul di bidang teknologi dan perbankan digital yang siap terjun di dunia kerja yang semakin kompetitif.
“Dibantu dengan AI, saat ini JDA telah mengembangkan program pembelajaran mandiri untuk 50 bidang studi, yang terbagi ke dalam lebih dari 200 modul pembelajaran dan berfokus pada tiga tiga jalur kemampuan teknis: Product Management, Engineering, dan Data Science. Saat ini sudah skeitar 1.400 peserta JDA,” ujar Tommy.
Di hadapan 450 mahasiswa Universitas Prasetiya Mulya, Tommy mengatakan setiap talenta digital harus memiliki memperkenalkan tujuan dan nilai-nilai positif yang idealnya dimiliki oleh setiap talenta digital.
“Yakni, selalu berupaya mencari solusi digital yang dapat melayani segala kebutuhan hidup manusia (life-centricity), semangat untuk bertumbuh dan memperbaiki diri (purposeful growth), berani untuk menantang normativitas dan menciptakan solusi-solusi yang kreatif (fearless creativity), dan cepat beradaptasi dengan perubahan serta tepat dalam mengambil keputusan (empowered agility),” paparnya.
Asisten Profesor Universitas Prasetiya Mulya Leonis Marchalina menilai, nilai-nilai dan budaya kerja yang diterapkan tersebut sangat penting untuk dipahami oleh para talenta digital, khususnya mahasiswa yang akan terjun di dunia kerja atau yang ingin mengembangkan bisnis rintisan (start up).
“Saya melihat Bank Jago sangat kuat value dan culture-nya sebagai organisasi yang agile. Kalau kita tidak siap dengan segala perubahan maka kita tidak akan siap berkompetisi,” ujar Leonis.