TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kolaborasi Toyota dan Daihatsu sudah lama menyiapkan cikal bakal pengembangan MPV murah 7 seater untuk pasar Indonesia.
Pengembangan generasi pertama MPV murah 7-seater ini konsepnya pertama kali diperkenalkan ke publik tahun 2012 lalu.
Selang setahun muncul generasi kedua dan pada tahun ketiga sudah ada Daihatsu UFC-3 sebagai pengembangan terakhir.
Jika mobil ini harus memenuhi regulasi LCGC, Toyota-Daihatsu harus melakukan penyesuaian. Regulasi mobil LCGC menyebutkan, motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder maksimalnya dibatasi sampai dengan 1.200 cc .
Selain itu, regulasi juga mengharuskan konsumsi bahan bakar minyak minimal 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu.
Dengan mengacu pada regulasi itu, Daihatsu diperkirakan akan bisa menggunakan mesin Daihatsu Xenia 1.0 liter.
Akan samakah dengan Daihatsu Ayla? Beda! Untuk mengkonversi bobot yang lebih berat karena dimensi yang bertambah, diharapkan teknologi VVT-i pada mesin Xenia bisa membantu pencapaian konsumsi bahan bakar diatas 20 kpl.
Mesin Daihatsu Ayla yang berkapasitas 1.0 liter tanpa VVT-i konsumsi bahan bakarnya sudah tembus 20 kpl.
Untuk MPV 7 seater, penambahan teknologi VVT-i dirasa cukup untuk membantu konsumsi bahan bakarnya memenuhi regulasi LCGC. Pengaturan gas masuk yang sudah diatur komputer, membuat semprotan bahan bakar ke ruang mesin lebih presisi, efeknya konsumsi bisa lebih irit.
Bagaimana dengan Toyota? Bisa pakai mesin 3 NR-FE Toyota Etios yang berkapasitas 1.2 liter. Dengan tenaga 80 dk, tentu sudah cukup untuk sebuah MPV.
Mesin ini juga biayanya tidak terlalu mahal karena belum disematkan teknologi VVT-i. Sudah begitu, dibuat lokal di Indonesia.