Menurutnya, pengemudi selama ini telah menutupi biaya tidak terduga saat membawa truk yang kelebihan muatan dengan menggunakan kendaraan berdimensi lebih.
"Sejumlah uang yang dibawa pengemudi truk untuk menanggung beban selama perjalanan, seperti tarif tol, pungutan liar yang dilakukan petugas berseragam dan tidak seragam, parkir, urusan ban pecah, dan sebagainya. Uang dapat dibawa pulang buat keperluan keluarga tidak setara dengan lama waktu bekerja meninggalkan keluarga," paparnya.
Djoko menyebut, membawa kelebihan muatan jelas tidak diinginkan pengemudi, karena mereka tahu kalau hal itu berisiko terhadap keselamatannya dan apabila terjadi kecelakaan lalu lintas akan dijadikan tersangka.
Djoko menilai penetapan tarif angkut barang dapat dikendalikan pemerintah dengan tarif batas atas dan tarif batas bawah.
Hal ini dilakukan agar pemilik barang tidak seenaknya menentukan tarif yang berujung pengemudi truk harus mengangkut muatan yang berlebihan dengan kendaraan berdimensi lebih.
"Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak hanya pengemudi yang dijadikan tersangka, namun pemilik barang dan pemilik angkutan juga harus dimintakan pertanggungjawabannya," paparnya.
Pemerintah selama ini, kata Djoko, baru mengajak pemilik barang dan pengusaha angkutan barang untuk berdiskusi menyelesaikan masalah truk ODOL.
"Tidak ada salahnya untuk mendengar keluhan pengemudi truk, karena mereka adalah bagian tidak terpisahkan dari proses mata rantai penyaluran logistik dari hulu hingga hilir," ucap Djoko.
"Titik lemah penertiban atau pemberantasan truk ODOL ada di penegakan hukum. Jika konsisten, pasti ada perubahan dan jika hanya sekedar memenuhi perintah pimpinan dan hanya sesekali dilakukan, jangan harap ada perubahan," sambungnya.
Pengusaha Minta Tunda
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan agar kebijakan bebas truk kelebihan muatan dan dimensi (over dimension overload/ODOL) diundur pemberlakuan penuhnya dari semula tahun 2023 menjadi 2025.
Hal ini mempertimbangkan kondisi industri nasional yang masih terpukul akibat pandemi Covid-19.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan penerapan zero ODOL ini akan sulit dilaksanakan pada 2023 mendatang. Dia beralasan masa pandemi Covid-19 telah membuat perekonomian Indonesia mundur.
“Kita tahu semua bahwa perekonomian selama pandemi sangat terpuruk. Karenanya, kami usul kebijakan zero odol ini diundur paling tidak dua tahun atau di Januari 2025,” kata Hariyadi.