Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perang Rusia dan Ukraina berpengaruh pada industri otomotif Eropa.
Beberapa produsen mobil seperti Volkswagen, Renault dan pembuat ban Nokian Tires telah menutup sementara fasilitas produksi mereka atau telah mengalihkan operasi manufaktur karena invasi Rusia ke Ukraina.
Kondisi ini ditambah dengan Amerika Serikat yang mengumumkan pembatasan ekspor terhadap Rusia, menekan aksesnya ke ekspor barang global termasuk semikonduktor yang dapat menyebabkan perusahaan harus mengubah rencana produksinya.
Baca juga: Pabrik Pembuatan Bir Ukraina Beralih Fungsi Jadi Sentra Produksi Bom Molotov
Volkswagen akan menghentikan produksi selama beberapa hari di dua pabrik Jerman setelah penundaan dalam mendapatkan suku cadang mobil yang dibuat di Ukraina.
Sementara Renault akan menangguhkan beberapa operasi di pabrik perakitan mobil di Rusia untuk beberapa minggu ke depan karena kekurangan suku cadang juga.
Melansir Hindustan Times, seorang juru bicara dari perusahaan menyatakan bahwa ini adalah konsekuensi dari perbatasan yang diperkuat antara Rusia dan negara-negara tetangga.
Produsen mobil Rusia Avtovaz, yang dikendalikan oleh Grup Renault, juga akan menangguhkan beberapa jalur perakitan di pabriknya di Rusia Tengah selama satu hari karena kekurangan komponen global yang terjadi terus-menerus.
Setelah invasi, perusahaan konsultan JD Power dan LMC Automotive juga memangkas prospek penjualan mobil baru global 2022 mereka sebesar 400.000 kendaraan menjadi 85,8 juta unit.
Ini terjadi ketika industri otomotif sudah menghadapi tantangan karena kekurangan semikonduktor global.
Baca juga: Rusia Frustrasi Pertahanan Ukraina Kuat, Gagal Dominasi Udara, Putin Siapkan Langkah
"Pasokan kendaraan yang sudah ketat dan harga tinggi di seluruh dunia akan berada di bawah tekanan tambahan berdasarkan tingkat keparahan dan durasi konflik di Ukraina," tutur Presiden Prakiraan Kendaraan Global di LMC Jeff Schuster.
Lebih lanjut, konflik Rusia-Ukraina dapat mendorong harga minyak di atas 100 dolar per-barel, menambah tekanan inflasi pada konsumen Eropa dan Amerika, kata analis Wells Fargo Colin Langan dalam sebuah catatan penelitian.
Sementara konsumen telah bersedia membayar di atas harga stiker untuk membeli kendaraan baru, harga bensin yang lebih tinggi secara berkelanjutan dapat berdampak pada pemulihan sektor ini dalam jangka panjang.