Menurut Djoko, hal ini disebabkan oleh pemerintah yang hanya mempelajari transportasi listrik setengah-setengah.
"Belajar transportasi berkendara listrik dari luar negeri hanya sepenggal-sepenggal, tidak menyeluruh," katanya.
Di beberapa negara Eropa, Djoko menyebut industri sepeda motor tidak berkembang di sana.
Ia mengatakan, di mancanegara, kebijakan mobil listrik baru dibenahi setelah transportasi umum sudah bagus, dan bukan target motor listrik.
"Tidak ada kebijakan sepeda motor seperti di Indonesia karena mereka paham sekali risiko memakai sepeda motor lebih tinggi ketimbang mobil," ujar Djoko.
Diketahui, di dunia ada empat negara yang mengembangkan sepeda motor besar-besaran, yakni China, Thailand, Indonesia dan Vietnam.
Djoko menganggap tujuan pemerintah memberikan insentif untuk pembelian sepeda motor dan mobil listrik ini lebih untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah telanjur berinvestasi dan berproduksi.
"Namun, pangsa pasarnya masih sangat kecil, sehingga perlu diberikan insentif," ujarnya.
Baca juga: MUFG Cabang Jakarta Gunakan Motor Listrik untuk Kegiatan Operasional
Djoko mengatakan, program insentif kendaraan listrik ini tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki.
"Insentif itu jangan sampai akhirnya justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya serta memicu kemacetan di perkotaan," katanya.
"Selain akan menambah kemacetan, juga akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat," lanjut Djoko.
Sebagai infromasi, pemerintah menggulirkan program bantuan pemerintah atau insentif untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai pada Maret tahun ini.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), disebutkan percepatan program KBLBB didorong dalam rangka peningkatan efisiensi energi, ketahanan energi, konservasi energi sektor transportasi, serta terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih, dan ramah lingkungan, juga yang terpenting adalah mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM). (Tribunnews.com/Lita Febriani/Kompas.com)