TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti menilai positif penghentian kerjasama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) terkait pengamanan data pemilu harusnya bisa dilakukan sejak dini.
"Sayang waktu, perhatian dan energi terbuang untuk sesuatu yang tak signifikan bagi proses tahapan pemilu. Sejak protes banyak pihak atas MoU ini dilakukan, sejak itu keniscayaan kerjasama ini sebenarnya sudah sulit dilanjutkan," ujar Ray di Jakarta, Kamis (29/11/2013).
Menurutnya, jika keputusan itu dilakukan sejak dua bulan lalu, KPU masih banyak waktu mendesain ulang program teknologi informasi pengamanan data pemilu, lewat pelibatan pihak-pihak yang lebih netral dengan kemampuan yang tak kurang canggihnya dengan Lemsaneg.
"SDM kita untuk hal-hal seperti itu melimpah. Di dunia maya, hacker-hacker Indonesia terkenal kedua tercanggih di dunia maya. Jika kita punya sederet orang memiliki kecanggihan untuk mengganggu lalu lintas dunia maya, tentu saja tersedia juga sedemikian orang yang mampu mengamankannya," sambung Ray.
Masalahnya KPU saat itu, terang Ray, sudah seperti 'tersandera' oleh penandatanganan kerjasama dengan Lemsaneg. Hingga nampak tak ada upaya untuk melakukan pencarian dan desain baru penggunaan teknologi dalam tahapan pemilu.
Penghentian tindaklanjut nota kesepahaman ditandai dengan penukaran dokumen antara dua belah pihak yakni KPU dan Lemsaneg di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (28/11/2013). Hadir dalam pemberhentian nota kesepahaman Ketua KPU, Husni Kamil Manik dan Kepala Lemsaneg, Mayjen TNI AD Djoko Setiadi.
"Saya mewakili KPU, dan DJoko Setiadi mewakili Lemsaneg, menyepakati klausul-klausul dari pembahasan kami. Pertama, pengentian kesepahaman. Para pihak sepaham dan memutuskan untuk tidak melanjutkan, menghentikan nota kesepahaan KPU dan Lemsaneg," ujar Husni.
Husni mengakui, penghentian kerjasama ini mencermati perkembangan yang dua belah pihak ikuti secara terbuka dan partisipatif, menyangkut juga pendapat saran, ide, dan gagasan dari multi pihak, baik partai politik di DPR, dan publik.
Husni melanjutkan, pada poin kedua, bahwa dengan penghentian itu, masing-masing pihak tidak menuntut kompensasi. Ketiga bahwa kesepahaman ini ditandatangani pada Kamis 28 November tahun 2013.
"Pembatalan ini bertujuan untuk bagaimana menghentikan pro dan kontra atas kerajasama ini yang berdasarkan pertimbangan kami ketika menandatangani nota kesepahaman adalah bertujuan meningkatkan kualitas pemilu 2014 yang berkenaan dengan penggunaan teknologi informasi," sambung Husni.
Sementara itu, Djoko menambahkan, bahwa penghentian ini diharapkan dapat mengakihiri polemik yang berkepanjangan. "Kami berposisi tegas untuk menarik diri dari penyelanggaraan Pemilu 2014, dengan harapan untuk mengakhiri piolemik dan kontraproduktif bagi kemajuan demokrasi Indonesia," ujar Djoko.
Masih kata Djoko, penghentian ini ditempuh, bukan karena keraguan atau kapabilitas Lemsaneg dalam mengamankan informasi. Tetapi lebih karena keraguan netralitas Lemsaneg yang menjadi bgagian unsur eksekutif.
"Bagi Lemsaneg, ketidakpercayaan karena berpotensi tidak netral perlu disikapi tegas. Perlu diketahui bersama, bahwa Lemsaneg tidak akan memihak kekuatan politik manapun," tegas jenderal bintang dua ini.