TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan yang dikeluarkan penguasa agar Universitas Airlangga (Unair) tak menggelar debat publik Konvensi Capres Rakyat ternyata tidak mengurangi minat masyarakat untuk bisa mengetahui kualitas tujuh peserta konvensi.
Di gelar di Aula Balai Adika Hotel Majapahit Surabaya, debat publik yang digelar tak kurang dari lima jam ini dikabarkan sempat dipadati warga Surabaya dan daerah Jawa Timur lainnya.
"Konvensi Rakyat adalah hajatan rakyat. Dilarang atau tidak, rakyat yang punya kehendak. Semakin dilarang akan semakin besar. Konvensi Rakyat dilarang maka rakyat yang akan marah," kata Sekjen Komite Konvensi Rakyat, Rommy Fibri dalam pesan singkatnya kepada Tribunnews.com, Minggu (5/12/2013).
Dijelaskan Rommy, sedianya, debat publik pertama Konvensi Capres Rakyat hari ini digelar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair, Surabaya. Namun acara yang sudah siap digelar tersebut terpaksa dialihkan lokasinya ke Hotel Majapahit. Pembatalan dikabarkan dia, karena ada intervensi yang melarang Konvensi Rakyat diselenggarakan di kampus Unair tersebut.
Setelah kejadian itu, lanjut Rommy, panitia kemudian memindahkan acara ke Hotel Majapahit dengan pertimbangan hotel tersebut memiliki akar sejarah yang kuat terutama semangat perjuangan merebut kemerdekaan. Sejarah mencatat, pada 10 November 1946, arek-arek Suroboyo mendatangi hotel ini karena mengibarkan bendera Belanda warna biru merah dan putih di tiang hotel. Saat itu, bendera diturunkan lalu dirobek warna birunya dan dikibarkan kembali.
Rommy menegaskan bahwa Konvensi Rakyat digelar dengan harapan menjadi pembuka atas kebekuan dan kejumudan semangat politik yang ada di masyarakat saat ini. Sebab, jelas dia, saat ini banyak politisi yang tertangkap karena kasus korupsi.
"Konvensi rakyat ingin memunculkan pemimpin yang benar-benar dibutuhkan rakyat," kata Rommy.
Debat publik pertama Konvensi Capres Rakyat yang digelar mulai pukul 10.00 pagi. Acara tersebut, kata dia, benar-benar menyedot perhatian publik.
Diungkapkan Rommy, Aula Balai Adika Hotel Majapahit Surabaya tempat dilangsungkanya debat, dijejali warga Surabaya dan daerah Jawa Timur lainnya untuk mendengar visi misi tujuh kandidat konvensi.
Para pendukung masing-masing kandidat tak ketinggalan turut meramaikan acara.
Bahkan, para pendukung masing-masing kandidat meneriakkan yel-yel untuk jagoannya.
Isran Noor Presiden, Yusril Presiden dan dan seluruh kandidat lainnya diteriakan para pendukung saat masing-masing jagoannya dikenalkan pemandu debat lewat pengeras suara.
Panitia, kata Rommy juga tampak kewalahan karena aula tak bisa menampung semua warga yang datang. Menurutnya, tak kurang dari seribu pendukung Isran Noor yang merupakan warga Kutai yang tinggal di Surabaya, dan sekitar 700-an pendukung Yusril, misalnya, datang ke acara ini.
Konvensi Capres Rakyat berbeda dengan konvensi yang digelar Partai Demokrat.
Jika Konvensi Demokrat digelar untuk meningkatkan citra partai, Konvensi Capres Rakyat justru untuk menghasilkan capres yang memiliki gagasan.
"Saya datang dan ikut konvensi karena percaya dengan integritas, visi dan keberpihakan dari anggota Komite Konvensi Rakyat. Ada Gus Solah yang sangat dihormati integritasnya. Saya ikut konvensi ini, karena bukan konvensi untuk membangun citra, tapi untuk membangun gagasan. Inilah yang membedakan konvensi ini dan konvensi satu lagi (Konvensi Partai Demokrat)," kata salah satu peserta konvensi, Rizal Ramli dalam keterangan persnya.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu menegaskan bahwa bangsa ini membutuhkan pemimpin yang kuat dengan gagasan, tahu masalah dan bisa menyelesaikannya. Menurutnya, pemimpin yang hanya jago pencitraan tidak akan bisa mewujudkan kemajuan dan kemakmuran bagi rakyat.
"Rakyat tidak butuh citra, rakyat butuh pekerjaan dan pendapatan butuh. Pemimpin citra hasilnya keropos. Kami lihat hasilnya seperti yang ada sekarang. Hasilnya mismanagement, hasilnya kita lihat rakyat belum makmur," kata mantan Menteri Keuangan tersebut.
Lebih lanjut dalam visi misinya, Rizal mengatakan mengubah Indonesia menjadi lebih baik bisa dilakukan tanpa uang, tetapi cukup dengan kebijakan. Syaratnya, lanjut dia, pemimpinnya visioner dan berani menjalankannya dengan resiko citranya buruk sekalipun.
Bangsa ini, ujarnya, tidak bisa lagi mengandalkan pembangunan tanpa perencanaan. Sebab, menurut Rizal banyak tokoh yang punya ide besar, banyak yang bicara konsep bagus, namun tidak punya operasional leadership.
Padahal, imbuhnya, keberhasilan negara-negara maju dan besar karena mereka punya pemimpin yang memiliki kemampuan kepemimpinan lapangan.
Rizal mengungkapkan dirinya mau melaksanakan pikiran dan ajaran Bung Karno dan Gus Dur. Bahkan, saat kuliah di ITB, Rizal pernah dipenjara di Sukamiskin di mana Bung Karno pernah dipenjara.
Di dalam penjara ia belajar bahwa tidak ada cara lain bangsa ini bisa maju selain harus mandiri dan berdaulat. Itulah yang dikatakan Bung Karno dengan Trisakti.
Adapun Gus DUr, katanya, adalah tokoh pluralisme. Gus Dur mengharapkan tidak ada lagi rakyat yang tertindas baik secara ekonomi, sosial maupun politik.
"Mari kita jalankan pikiran Bung Karno dan Gus Dur. Saya percaya Indonesia akan hebat dan makmur seperti negara-negara lain," kata Rizal.