TRIBUNNEWS.COM – Sejak diperkenalkan pada 2004, survei politik terus tumbuh dan makin digandrungi. Tradisi baru ini mulai disemarakkan tiga serangkai alumni Ohio University, Denny JA, Saiful Mujani dan Mohammad Qodari pada Pemilu Legislatif (Pileg) dan dan Pemilu Presiden (Pilpres) 2004.
Jasa konsultasi politik kemudian berkembang pesat. Ratusan jago dalam pemilihan kepala daerah, mulai gubernur, bupati, dan wali kota ramai-ramai meminta jurus sakti para dukun politik dari kampus tersebut.
Direktur Surabaya Survey Center (SSC), Mochtar W Oetomo, membenarkan terjadi peningkatan permintaan jasa lembaga survei bagi calon legeslatif (caleg). Dibandingkan 2009, kata Mochtar, terjadi peningkatan signifikan, sekitar 40 persen klien yang datang padanya. Tren serupa, kata Mochtar dialami sejumlah lembaga survei di Surabaya, tanpa menyebut angka pasti.
Mochtar mengatakan, menggunakan lembaga survei membuat strategi para caleg lebih terukur dan penuh petimbangan. Itulah yang membuat biaya politik yang dikeluarkan jauh lebih terkontrol. “Pengeluaran itu disesuaikan dengan strategi terukur. Jadi tidak sporadis,” ungkap Mochtar.
Banyak caleg yang merasa perlu menampung dan mengeksekusi semua permintaan konstituen sehingga dia kehabisan dana dan tenaga. Meski begitu, mereka tetap tidak bisa melihat sejauh mana efektivitas duit yang digelontorkanitu.
Mochtar menduga, ada calo politik yang bermain. ”Ketika caleg bertarung sendiri, peluang tertipu calo politik sangat besar. Nah dengan menggandeng kami, tentu kami bisa menghindari calo-calo itu. Hasilnya, jauh lebih murah. Yang terpenting, semua strategi yang disusun bisa kami pertanggungjawabkan hasilnya,” tegas Mochtar.