TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat pemilu, Ramlan Surbakti menilai eksistensi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), diantara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bermasalah. Kewenangannya sudah keluar jalur.
"DKPP menegakkan kode etik dengan melanggar kode etik. Dalam peraturan bersama DKPP, KPU dan Bawaslu menyatakan mereka harus bekerja sesuai dengan yuridiksinya," ujar Ramlan dalam sarasehan nasional bersama Bawaslu di Jakarta, Rabu (22/1/2014).
Ramlan mencontohkan, bagaimana keputusan Bawaslu dan KPU yang telah dibuat, bisa dibalikkan oleh DKPP. Sebut saja bagaimana DKPP bisa memulihkan hal konstitusional bakal calon kepala daerah menjadi calon, yang sebetulnya KPU tidak loloskan.
Menurut Undang-undang, DKPP hanya berhak menilai penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik. Dia tidak boleh membatalkan keputusan KPU. Kalau DKPP sudah membuat kekeliruan, maka harus ada restorasi yang dilakukan.
"Memang, tujuannya baik untuk melakukan restorasi keadilan, tapi caranya enggak benar. Karena DKPP itu tugasnya menegakkan kode etik, tapi malah melanggar kode etik dalam menegakkan kode etik," ujar Ramlan.
Mantan anggota KPU ini berpendapat, muncul kekhawatiran dalam Pemilu 2014, bukan KPU yang menetapkan sia pemenang calon legislatif, tapi justru DKPP. Jelas ini akan berbahaya dan perlu diantisipasi juga.
"Teman kita Prof Jimly itu terlalu besar. DKPP buat dia terlalu kecil. Menurut saya berlebihan. Putusan MK saja dibatalkan seperti di Sumatera Selatan. Seolah-olah DKPP sebagai penyelamat. Dia memang berhasil, tapi Bawaslu dan KPU babak belur," tambahnya.
Masih kata Ramlan, kalau DKPP dalam menjalankan tugasnya melanggar hukum, apa yang harus dilakukan KPU dalah menyelenggarakan pemilu sesuai dengan undang-undang dan kode etik.
"Itu yang harus diupayakan," ujarnya.