TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, secara pribadi mengaku setuju Mahkamah Konstitusi memutuskan pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden serentak pada Pemilu 2019 nanti.
Usai sosialisasi Peraturan KPU No 23 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2014), Arief mencontohkan keuntungan pemilu serentak salah satunya soal sosialisasi.
"Kalau sudah ada desain seperti ini, pemilu ada penghematan biaya. Karena KPU hanya sekali menyosialisasikan saja dalam satu waktu (pemilu legislatif dan pemilu presiden)," terang Arief. Ia menambahkan bakal lebih bagus juga jika pemilu lokal demikian.
Selama ini, terang Arief, Indonesia mengalami pelaksanaan pemilu hampir tiap tahun. Banyaknya pemilu daerah yang berlangsung tanpa siklus yang pasti, kerap kali menimbulkan konflik. Belakangan, hal tersebut berdampak pada keutuhan sosial.
Arief mensimulasikan, jika pemilu nasional serentak, dan pemilu lokal serentak, ada siklus yang berjalan tiap lima tahun sekali. Misalnya, untuk pemilu nasional terjadi di tahun kedua setelah penyelenggara pemilu dibentuk, pemilu daerah serentak bisa dilaksanakan pada tahun keempat atau kelima. Sehingga hingar bingar politik tak panjang.
Tentu saja, efek positif lainnya dari pemilu nasional serentak ini, soal biaya bisa ditekan. Karena anggaran yang biasanya dipisah untuk dua pemilu legislatif dan presiden, disatukan dengan pemilu serentak.
Mahkamah mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak. Putusan Mahkaman berlaku pada Pilpres 2019 mendatang.
Pasal yang diajukan, yakni Pasal (3) Ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112. Penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2019 dan seterusnya, akan digelar serentak. Bahkan presidential threshold untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden tak berlaku lagi.