Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Atas pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini yang mengabulkan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tentan Pemilihan Presiden dan Walil Presiden, muncul dugaan ada intervensi terhadap MK.
Hal tersebut didasarkan kenyataan bahwa Mahkamah telah selesai rapat permusyawaratan hakim (RPH) soal uji materi tersebut pada Mei 2013. Dengan demikian, sejak awal putusan tersebut sebenarnya dikabulkan.
"MK tak kunjung membacakan putusan sampai dengan akhir tahun kemarin, maka sejak itulah saya menduga bahwa MK sebetulnya mengabulkan permohonan pemohon, tetapi karena alasan tertentu mereka tidak berani untuk segera membacakan putusan itu," ujar Said Salahudin, Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (23/4/2014).
Penundaan selama delapan bulan tersebut, lanjut Said, hingga kini masih menjadi misteri sampai putusan tersebut dibacakan hari ini.
"Karena perkara tersebut berhubungan dengan strategi partai politik peserta Pemilu 2014, maka nalar politik saya mengatakan jangan-jangan penundaan itu terjadi karena ada pembicaraan diluar sidang yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi dengan elite partai politik yang tidak menginginkan Pemilu serentak digelar tahun ini. Jadi ada semacam kompromi yang dibangun diantara mereka," kata Said menduga.
Kompromi tersebut, lanjut Said, menghasilkan siasat untuk membacakan putusan mendekati waktu Pemilu.
Dengan dibacakan menjelang Pemilu, maka MK merasa mempunyai alasan logis untuk memutuskan Pemilu serentak tidak bisa diselenggarakan pada Pemilu 2014, karena alasan teknis.
"Padahal, andai saja putusan yang sudah diambil sejak April 2013 itu segera dibacakan, maka tidak akan ada kendala teknis seperti yang disebut MK itu, sehingga Pemilu serentak tetap bisa digelar di 2014, tanpa harus menunggu 2019," lanjut Said.
Menariknya, lanjut Said, beberapa hari sebelum MK membacakan putusan ini, muncul pernyataan dari Yusril yang mengatakan ada Hakim Konstitusi yang sering bertandang ke rumah ketua umum Parpol.