TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Koordinator Indonesia Budget Watch, Apung Widadi berharap kebijakan pembiayaan saksi Partai Politik yang mencapai sekitar Rp 700 Miliar melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dibatalkan. Pasalnya dana itu rawan diselewengkan.
Dalam diskusi di Bakoel Coffee, Cikini, Jakarta, Jumat (24/01/2014), Apung mengatakan pengelolaan anggaran pemilu dari masa ke masa tidak pernah lebih baik. Ia mencontohkan dengan aksi Bawaslu dan Komisi Penyelenggaraan Pemilu (KPU) yang membeli mobil murah untuk para komisionernya pada tahun lalu.
Di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 Bawaslu dianggarkan sekitar Rp 3 Triliun. Lalu dengan alasan dana yang minim untuk pengawasan DPR menyetujui penggelontoran uang Rp 1,5 triliun, dengan Rp 800 Miliar untuk membayar saksi dari Parpol dan sisanya untuk mendanai relawan Bawaslu yang bernama Mitra Pengawas Pemilu Lapangan (Mitra PPL).
Apung menilai penggelontoran dana tersebut seharusnya dibatalkan. "Jika ini terjadi maka telah terjadi perampokan uang negara," katanya.
Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti dalam kesempatan yang sama menambahkan soal pendanaan saksi dari Bawaslu mengesankan Bawaslu telah menjadi kasir untuk parpol.
Padahal di undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang Parpol dijelaskan sumber-sumber pendanaan parpol, salah satunya partai dilarang menerima dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nehara (APBN) Dengan membiayai saksi Parpol Bawaslu bisa dianggap melanggar undang-undang.