TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jajak pendapat yang dilakukan Political Communication Institute menyiratkan bahwa sebanyak 58,2 persen tidak percaya kepada partai politik. Alasannya, publik melihat banyak kader partai politik yang terjerat kasus korupsi.
"Mereka mengatakan bahwa 73,2 persen yang menyebabkan kami tidak percaya kepada parpol karena kadernya terlibat korupsi," ujar Direktur Eksekutif Political Communication Institute, Heri Budianto saat rilis survei tentang Krisis Partai Politik: Peta Potensi Keterpurukan Partai Jelang Pemilu 2014, di WHIZ Hotel, Cikini, Jakarta, Minggu (9/2/2014).
Selain kasus-kasus korupsi yang menjerat kader parpol kata Heri, adanya konflik internal pelanggaran etika, tidak pro-rakyat, tidak tepat janji menjadi alasan lain yang membuat kepercayaan publik terhadap parpol terus memudar.
Disebutkan, hanya 26,3 persen responden yang percaya terhadap parpol, dan sisanya 15,5 persen menyatakan tidak tahu.
Hasil survei ini didapat jajak pendapat tahap kedua yang dilakukan di 15 kota besar di Indonesia. Yakni, Medan, Pekanbaru, Palembang, Serang (Banten), Jakarta (DKI Jakarta), Surabaya, Pontianak, Balikpapan, Denpasar, Makassar, Manado dan Ambon.
Survei dilakukan mulai 20 Januari 2014 sampai 3 Februari lalu dengan menggunakan teknik purposive sampling. Yakni penentuan responden berdasarkan kriteria tingkat pendidikan minimal SMA/SMU sederajat dan pengetahuan isu politik.
Responden dalam penelitian ini sebanyak 1000 orang, dan dilakukan dengan wawancara langsung. Tingkat kepercayaan survei ini sebesar 95 persen dengan margin error sebesar 5 persen.
Dalam survei tersebut juga tercatat Partai Demokrat paling banyak mengalami krisis. Survei Political Communication Institute (Polcomm Institute) menunjukkan sebesar 29,2 persen publik menyatakan hal itu.
Kemudia disusul Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebesar 17,6 persen, Partai Golkar sebesar 10,2 persen, Partai Kebangkitan Bangsa sebesar 9,3 persen dan PDI Perjuangan dengan penilaian 7,6 persen responden.