TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti senior Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan tolak ukur keberhasilan prosedural Pemilu 2014 mendatang adalah keberlangsungan Pemilu dengan aman, damai tanpa gejolak.
Syamsuddin mengatakan salah satu kunci suksesnya adalah memposisikan TNI dan kepolisian untuk tidak ikut campur tangan dengan proses penyelenggaraan pemilu dan tidak berpihak dengan salah satu kontestan
Ia menilai bila dibandingkan pada jaman orde baru, netralitas TNI dan Polri dalam menjaga pemilu telah mengalami kemajuan. Namun kata dia tidak dipungkiri masih ada kasus-kasus pemihakan unsur-unsur negara baik TNI, Polri bahkan Intelijen yang berpihak pada pasangan presiden dan partai politik tertentu.
"Keterlibatan aparat negara memang ada walaupun minim," katanya di Cikini, Jakarta, Jumat(14/2/2014).
Syamsuddin mengatakan pemanfaatan tersebut bisa dilakukan oleh penguasa yang mempunyai kedekatan dengan pejabat militer, hingga penguasa yang berstatus pensiunan militer.
Salah satu modus yang dilakukan aparat yang tidak netral adalah diskriminasi yang dilakukan Polisi. Bisa jadi terhadap suatu partai Polisi bisa sangat pemaaf, segala kesalahannya tidak ditindak. Ada juga partai yang selalu dipantau Polisi, kesalahan sekecil pun akan ditindak.
"Hal ini lah yang harus diantisipasi. Tapi itu bukan cuma tanggung jawab aparat, masyarakat juga harus memantau jalannya Pemilu, dan tidak sungkan melaporkan aksi oknum-oknum Polisi," tuturnya.
"Publik meski ambil bagin dan ikut mengawasi termasuk mengawasi penyalahgunaan kekuasaan," ujarnya.