TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Nasrullah Larada menegaskan memilih atau tidak memilih saat Pemilu nanti adalah hak setiap warga negara yang dilindungii oleh undang-undang (UU).
Karena itu, anggota Komisi X DPR ini tegaskan, tidak boleh terjadi pemilih golput (golongan putih) diberikan sanksi apalagi dipidanakan.
"Dalam pelaksanaan pesta demokrasi 2014, setiap warga negara punya hak untuk menentukan pilihannya baik dalam Pileg maupun Pilpres," tegas Anggota DPR fraksi PAN ini Jakarta, Senin (17/2/2014).
Pada pemilu legislatif, KPU Pusat sudah memutuskan partai dan nama-nama Caleg yang akan bertanding untuk memperebutkan kursi di DPR RI, DPRD I dan II, plus DPD.
Terkait itu, dia mengingatkan tugas negara melalui lembaga yang dibentuk adalah mensosialisasikan kepada seluruh warga negara agar ikut berpartisipasi, meramaikan dan menentukan pilihannya di bilik TPS.
Namun demikian, kata dia pula, Negara juga harus menghormati jika ada warga negara yg tidak menggunakan hak nya untuk menentukan pilihan.
Menurut dia, keputusan untuk tidak ikut memilih, tentunya berdasarkan pertimbangan yang beragam. Seperti masih adanya kebijakan yang berpihak pada golongan tertentu, tidak adanya keberpihakan kepada rakyat, maraknya ketidakadilan sosial, melebaarnya kesenjangan ekonomi dan lainnya.
Bahkan, imbuhnya, kemungkinan tidak memilih karena "jenuh" dengan janji-janji legislator telah mengkristal menjadi sebuaah Golongan yang menamakan diri Golput (Golongan Putih) alias tidak menentukan pilihan.
"Sikap ini pun bukan semata kesalahan mereka melainkan ada andil dari legislatif maupun eksekutif," katanya.
Sebelumnya, Kepala Biro Analisis Badan Intelijen Keamanan Polri, Brigjen Pol Sukamto Handoko mencurigai adanya kelompok tertentu yang berusaha ingin menggagalkan pemilu, salah satunya ajakan kepada masyarakat untuk golput.
Menurutnya, ajakan golput dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran hukum dan termasuk tindak pidana pemilu. Namun, untuk mempidanakan seorang atau kelompok, polisi terlebih dahulu harus mendapat rekomendasi atau persetujuan dari Bawaslu.
"Itu masuk tindak pidana pemilu. Tapi pidana pemilu Polri tidak bisa langsung menyidik, harus lapor dulu ke Bawaslu. Nantinya, Bawaslu menelaah laporan itu, lalu diselidik Polri," kata Sukamto.