TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pro-kontra moratorium iklan politik pada lembaga penyiaran mencuat di permukaan. Partai politik beramai-ramai menolak keputusan tersebut dengan alasan tidak dapat memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Masykurudin Hafidz, Deputi Internal Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), mengatakan iklan partai politik, caleg atau individu di televisi dengan beragam cara dan sudah pasti dimaksudkan untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas.
"Sangat banyak dan seringnya iklan seperti ini pada akhirnya memang akan mempengaruhi bawah sadar masyarakat pemilih kita," kata Masykurudin ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Jumat (28/1/2014).
Jika terus-menerus terjadi, kata Masykurudin, maka isi iklan akan sangat berpengaruh terhadap preferensi memilih. Padahal iklan bukanlah visi, misi dan program partai politik, caleg atau individu.
"Yang namanya iklan pasti dibuat sedemikian rupa sehingga aspek akan berbeda dengan realitasnya karena iklan juga terbatas oleh ruang dan waktu yang sempit," katanya.
Tetapi tidak bisa dilupakan, lanjut Masykurudin, bahwa dari televisi para pemilih juga mendapatkan informasi yang terus menerus yang tidak baik misalnya tentang pemberitaan korupsi.
Untuk itu, masyarakat pemilih membutuhkan konfirmasi ulang apakah benar antara yang diiklankan dengan kebenaran yang sesungguhnya. "Maksudnya, belum tentu iklan tersebut dapat meningkatkan elektabilitas karena masyarakat juga disandingkan dengan pemberitaan buruk yang lain," imbuhnya.
Menurut Masykurudin iklan-iklan ini juga diperparah lembaga yang berwenang misalnya Bawaslu yang sangat lambat memberikan penilaian yang terus-menerus terhadap iklan yang sesungguhnya jelas-jelas dimaksudkan untuk meningkatkan elektabilitas, minimal popularitas.
Dari hasil pengawasan Bawaslu, iklan yang menurut Bawaslupun ternyata juga tidak dapat dieksekusi karena menurut kepolisian kadaluarsa atau tidak memenuhi unsur.
Oleh karena itu, katanya, dalam menangani iklan partai politik memang sudah tidak bisa lagi menggunakan pemenuhan unsur tentang keharusan adanya logo partai, pelaku kampanye, menyuarakan visi misi dan mengajak memilih.
"Moratorium ini setidaknya dapat memberikan penilaian terhadap iklan-iklan yang selama ini hampir tidak dapat dibendung, artinya setidaknya mengusahakan memberikan penilaian yang ditujukan untuk memberikan pendidikan pemilih ke masyarakat tentang layak tidaknya partai politik, caleg atau individu pun saat beriklan di televisi," ujarnya.