News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Capres 2014

Jokowi-Hatta Mirip Soekarno Hatta

Penulis: Budi Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Hatta Rajasa bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo melihat langsung bus TransJakarta baru yang baru saja tiba di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (23/12/2013).

TRIBUNNEWS.COMĀ  JAKARTA - Pengamat politik dari Indo Poling, Nasrullah Kusadjibrata mengatakan, Gubernur DKI, Joko Widodo (Jokowi) tampaknya sulit dibendung untuk menjadi bakal calon presiden.

Meski pada akhirnya menunggu pengumuman dari Megawati Soekarnoputri namun calon wakil Jokowi perlu diantisipasi agar tidak salah memilih. "Sekarang sudah menguat kabar tentang pendamping Jokowi, Hatta Rajasa (HR) atau Jusuf Kalla (JK), sering disebut-sebut, HR kelihatannya lebih dipilih khususnya dari sisi usia dan rekam jejaknya," katanya di Jakarta, Rabu (5/3/2014).

Jika pasangan Jokowi-Hatta benar-benar terwujud, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais menggambarkan pasangan itu mirip dengan Bung Karno dengan Hatta.

Menurut Amien sosok Hatta Rajasa dinilai unggul dalam bidang perekonomian mirip dengan kelebihan Bung Hatta dalam hal-hal berbau administrasi. "Bung Karno pemersatu bangsa, solidarity maker. Sementara Bung Hatta menekuni administrasi, problem solver. Jadi, kalau melihat Pak Hatta, memang orang yang kuat memahami masalah-masalah ekonomi setelah sekian lama berkecimpung di pemerintahan," tuturnya.
Dulang suara

Seperti diberitakanĀ  Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Hatta Rajasa (HR) memang sudah resmi dicalonkan sebagai capres oleh partai berlambang matahari terbit itu. PAN sendiri menyatakan, mereka fokus untuk mendulang suara pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2014.

Wasekjen PAN, Teguh Juwarno menyatakan, optimis perolehan suara PAN di pemilu 2014 akan jauh lebih baik dibanding perolehan suara partai itu di pemilu 2009 lalu. "Gerakan PAN untuk merangkul semua kalangan masyarakat, sudah bisa diterima dengan baik," katanya.

Teguh menyatakan, PAN menilai, tekad untuk meraih hasil yang lebih baik dibanding Pemilu 2009 akan bisa diwujudkan. "Dengan target 'satu dapil satu kursi' diharapkan bisa diraih," katanya, Rabu (5/3/2014).

Pada Pemilu 2009, PAN meraih 6 persen suara, Teguh menyatakan, pihaknya meyakini, bisa memenuhi target itu yang diperlihatkan oleh komitmen kader dan caleg yang bekerja keras di semua tingkatan.
"Untungnya, tidak ada kader yang menjadi perhatian publik karena kasus etika maupun korupsi. Dari indikator berbagai survei menjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Semoga situasi ini bisa terus kami pertahankan hingga April nanti," kata dia.

Teguh mengatakan, PAN memiliki Ketua Umum Hatta Rajasa, yang merupakan sosok yang tidak punya persoalan mendasar terkait integritas.

"Menko Perekonomian itu memiliki kelebihan soal kapabilitas dan pengalaman di kabinet sebagai menteri di empat bidang berbeda, memang dibanding beberapa figur capres lain, beliau masih kalah dalam survei-survei," katanya.

Sementara itu, Pengamat Politik Asep Warlan Yusuf menilai PAN sudah tepat ketika menyasar berbagai kelompok masyarakat untuk dijadikan massa pemilih di pemilu 2014. Sebab sistem demokrasi dan pemilihan di Indonesia memang mensyaratkan semua parpol harus merangkul semua kalangan bila ingin menjadi pemenang.

"Kalau PAN mau menang, dia harus masuk ke semua kalangan. Kalau ingin berkuasa, dia harus dengan kuantitas dukungan, tak cukup hanya kualitas," kata Asep.

Basis PAN selama ini hanyalah di kalangan menengah atas, Muslim Perkotaan, dan kalangan Muhammadiyah. Basis demikian menjamin sebuah kualitas dukungan, namun belum kuantitas.

Sebagai latar belakang, kata Asep, hampir semua parpol besar yang menjadi pemenang pemilu benar-benar berusaha merangkul semua kalangan pemilih. "Banyak parpol yang berusaha merangkul banyak tokoh untuk meraih dukungan. Itu tak masalah yang penting, karena itu demi kemenangan. Toh semua parpol melakukannya dan merangkul semua kalangan," jelasnya.

"Hemat saya dengan sistem pemilu one man one vote, pragmatisme itu berguna. Karena kuantitas jadi ukuran kemenangan. Dalam sistem kita, hal itu menjadi wajar."

Hanya saja, dia menyarankan, kalaupun PAN menyasar kuantitas suara yang baik dengan menyasar semua kalangan, kualitas internalnya juga harus diperbaiki kualitasnya.

"Kita juga harus bicara kebaikan demokrasi. Kalau pragmatusme saja, bisa hancur demokratis. Minimal pragmatisme dilakukan masih dalam konteks yang idealis. Jangan hanya pragmatisme material saja," tandas Asep.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini