TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi Teknologi Informasi (IT), Garin Ganis mengatakan letak potensi kecurangan atas data perolehan suara pada pemilihan umum (Pemilu), adalah pada proses rekapitulasi data.
Dalam diskusi Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), "Mengintip Kerentanan IT Pemilu 2014," di hotel Luansa, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2014), Garin mengatakan undang-undang di Indonesia mengatur sistem transfer informasi secara manual yang tidak sederhana, dari Tempat Pemungutan Surata (TPS) hingga ke pusat.
"Ternyata celahnya di sini, dari TPS berjenjang ke kabupaten, banyak permainan di situ," katanya.
Sistem pencatatan manual yang dilakukan penyelenggara, kata dia berpotensi menimbulkan banyak kesalahan. Angka-angka yang ditulis tangan rawan direkayasa.
Garin yang sempat berpartisipasi dalam penggunaan TI pada pemilu 1999 itu mengatakan, sekuat-kuatnya sistem yang dibangun untuk menyelenggarakan Pemilu yang jujur dan adil, jika di tingkat bawah masih menggunakan sistem manual yang rawan kecurangan, maka sistem tersebut akan percuma.
Ia juga mengakui membangun sistem TI untuk mengamankan data pemilu, bukan lah hal yang murah untuk dilakukan. Pasalnya Indonesia adalah negara pengguna teknologi, bukan negara pencipta teknologi.
Oleh karena itu ia berharap pemerintah bisa lebih serius dalam membangun lembaga pendidikan TI, untuk menciptakan lebih banyak lagi ahli-ahli TI andalan.