TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan, tidak benar KPU Provinsi, Kabupaten atau Kota memiliki wewenang mendiskualifikasi atau membatalkan peserta pemilu yang tidak patuh melaporkan dana kampanye 2 Maret 2014.
"KPU pusat yang menerbitkan surat keputusan pembatalan. Kalau ada yang buat statemen diskualifikasi, perlu ada klarifikasi kepada KPU bersangkutan," ujar Komisioner KPU, Ida Budhiati, dalam diskusi 'Dana Kampanye dan Pembatalan Peserta Pemilu' di Galeri Cafe, Cikini, Jakarta, Minggu (9/3/2014).
Menurut Ida, kepengurusan KPU bersifat hirarkis. Terkait penetapan dan pembatalan peserta pemilu adalah wewenang KPU pusat, bukan KPU daerah. Ia menjelaskan, KPU di semua tingkatan diwajibkan hanya menyerahkan berita acara peserta pemilu laporan dana kampanye.
Saat ini, KPU pusat masih menunggu berita acara terkait pelaporan dana kampanye peserta pemilu dari KPU daerah. Untuk mengeluarkan keputusan pembatalan peserta pemilu, KPU tak hanya berdasar pertimbangan berita acara, tapi juga aspek lainnya.
"KPU harus mempertanggungjawabkan mengapa berbeda sikap dengan KPU Provinsi, Kabupaten atau Kota. Kami tidak ada motif apapun. Karena ada rambu-rambu pada keputusan akhir, khususnya sanksi atau implikasi yang tidak sederhana," katanya lagi.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, mengatakan sikap KPU di daerah berbeda menyikapi penyerahan laporan dana kampanye dari peserta pemilu, khususnya yang sudah melewati tenggat waktu 2 Maret pukul 18.00 waktu setempat.
Dari mereka, ada KPU yang mengatakan langsung mencoret, ada yang sesuai perosedur memilih mengikuti instruksi KPU pusat, ada yang menolak menerima laporan bahkan ada yang tetap menerima meski terlambat dan waktunta sudah habis.
Menurut Said, munculnya banyak varian yang terjadi di banyak KPU daerah dalam menyikapi peserta pemilu yang terlambat melaporkan dana kampanye, harus diperhatikan oleh KPU pusat. Karena organisasi KPU bersifat hirarkis dan tidak bisa ambil keputusan sendiri.