TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Moratorium iklan kampanye dan politik di media yang digagas Gugus Tugas terdiri KPU, Bawaslu, KPI dan KIP dianggap angin lalu oleh peserta Pemilu 2014. Karena tetap saja peserta pemilu mencuri peluang untuk tetap beriklan di media.
Anggota Badan Pengawas Pemilu, Nelson Simanjuntak, mengaku ada lubang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif dan mudah dilanggar. Sekali pun Bawaslu mampu menindak, tapi penegak hukum berpedoman pada hukum positif.
"Peserta pemilu mengabaikan untuk patuh hukum. Kalau tidak ada sanksinya, tidak perlu dipatuhi, atau kalau sanksinya tidak bisa diterapkan, mereka tidak peduli juga," ujar Nelson dalam diskusi di KPU, Jakarta, Senin (10/3/2014).
Menurutnya, terlepas menguntungkan atau tidak peserta pemilu, sekali undang-undang dibuat ada nilai moral yang harus dipatuhi. Kalau tidak, peserta pemilu menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa hukum itu tak perlu dipatuhi.
"Dalam bahasa politik (iklan, red) pelanggaran. Tapi dalam rangka hukum pidananya sulit, karena dalam penegakan hukum pidana itu positivistis, apa yang tertulis, itu lah yang ditegakkan. Itu yang dianut kepolisian dan kejaksaan," ujar Nelson.
Nelson menyadari, Bawaslu kesusahan ketika celah dalam peraturan dan perundang-undangan kemudian dimanfaatkan peserta pemilu untuk melanggarnya. Sehingga sekali pun kampanye di media di luar jadwal dilarang, tetap dilanggar.
"Untuk melawannya harus lewat undang-undang. Kita bukan pembuatnya. Biasanya memang, orang yang suka melanggar aturan itu pintar. Dan biasanya undang-undang itu akan selalu terlambat. Apalagi undang-undang sekarang banyak yang langgar," ujarnya.
Dalam banyak hal, peserta pemilu bukan saja bandel tetap beriklan di media padahal sesuai aturan, kampanye di media dan kampanye dalam bentuk rapat umum terbuka baru boleh 16 Maret sampai 5 April. Tapi juga banyak dari mereka melanggar administrasi.
Nelson mencontohkan, pemasangan alat peraga yang tidak sesuai zonasi. Bawaslu sebenarnya sudah menertibkan alat peraga tapi setelah dicopot kemudian dipasang lagi. Sementara alat peraga yang mereka pasang banyak.
"Perilaku ini menunjukkan itikad tidak baik kepadaa masyarakat memang iya. Pada saat ikita harapkan pemilih lebih besar berpartisipasi pada pemilu, perilaku peserta pemilu jadi kontraproduktif," ujarnya.
Sebelumnya, Bawaslu, KPU, KPI dan KIP menandatangani surat kesepakatan bersama (SKB) yang di dalamnya berisi penetapan moratorium iklan politik dan kampanye sebelum 16 Maret 2014 mendatang pada 28 Februari 2014, tapi tak mengatur sanksi.