TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengantisipasi agar dalam pelaksanaan kampanye rapat umum terbuka tidak ada penggunaan fasilitas negara oleh para menteri yang maju sebagai calon anggota legislatif.
Anggota Bawaslu, Daniel Zuchron, mengungkapkan, pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap penggunaan fasilitas negara oleh menteri dan pejabat negara lainnya. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, Bawaslu akan mengundang kementerian.
"Kita akan mengundang kementerian terkait soal protokoler, dan lain-lain. Juga soal aturan cuti. Karena itu harus merujuk ketentuan teknis undang-undang," ujar Daniel saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (12/3/2014).
Ketika dikonfirmasi apakah Bawaslu juga akan menanyakan apakah fasilitas negara tetap menempel jika presiden turun mengikuti kampanye, Daniel membenarkan.
"Jadi, secepatnya Bawaslu akan adakan rapat itu," ujarnya.
Kampanye dalam bentuk rapat umum terbuka bagi peserta pemilu baik partai politik dan calon perseorangan DPD RI, akan dilaksanakan 16 Maret sampai 5 April 2014. Dalam kampanye terbuka dilarang menggunakan fasilitas negara.
Ketua AJI Jakarta, Umar Idris, mewakili Matamassa, melihat potensi pelanggaran, salah satunya penggunaan fasilitas negara akan marak. Karena, belum masuk kampanye terbuka saja banyak peserta pemilu terang-terangan melakukan dugaan pelanggaran kampanye.
"Potensi pelanggaran saat kampanye akan sangat besar. Jenisnya mulai dari penggunaan fasilitas negara dan pemerintah, penyalahgunaan cuti untuk pusat dan daerah, pemberian uang, hingga sentimen suku agama ras dan golongan untuk memilih dan memilih seseorang atau partai. Kami berharap regulator pemilu, KPU, Bawaslu dan polisi bersikap tegas," ujar Umar Idris di KPU, Jakarta, Senin (10/3/2014).
Sementara Deputi Eksternal Perludem, Veri Junaedi, memprediksi potensi pelanggaran pidana masa kampanye paling banyak berupa penggunaan fasilitas negara dan pemerintah. Hal ini mengaca pada pengalaman Pemilu 2009.
"Penggunaan fasilitas negara dan pemerintah ini selalu terjadi. Dengan menggunakan fasilitas tersebut, biaya kampanye menjadi lebih murah. Bahkan dengan fasilitas, pemilih lebih mudah dipengaruhi untuk mencoblos partai tertentu," ujarnya.
Data pelanggaran dugaan pidana pada Pemilu 2009 yang dihimpun Perludem antara lain, penggunaan fasilitas negara dan pemerintah 1.883 kasus, pelibatan anak-anak 999 kasus, politik uang 537 kasus, kampanye di luar jadwal 421 kasus dan perusakan alat peraga 393 kasus, dan lainnya 393 kasus.