TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi pencabutan atribut partai mulai marak terjadi di beberapa tempat. Taufiqurokhman, Caleg DPR-RI Partai Demokrat dari Dapil Banten 1 melaporkan, aksi tersebut menimpa sejumlah bendera partainya.
“Semuanya sekarang sudah berubah warna. Memasuki masa kampanye, saya memasang 2.000 bendera parpol polos, tanpa nama caleg dan tanpa nomor urut. Tapi sekarang habis dicabut dan dirobek. Mungkin sekarang yang tersisa hanya sekitar 20 persen. Hanya beberapa hari sudah habis habis,” ujar Taufiq, Rabu (19/3/2014).
Taufiq melihat fenomena ini sebagai bentuk premanisme terhadap atribut alat peraga kampanye (APK) seperti bendera Parpol. Ia bahkan menuding, tindak ini didominasi Parpol tertentu.
“Bukan hanya kami yang dikebiri di Pandeglang, bahkan ketika saya melalui jalan-jalan di beberapa wilayah di Jakarta, saya melihat banyak atribut partai tersebut yang memasang APK di pohon-pohon dan di tiang listrik. Sangat massif sekali. Teroganisir, sistematis, dan pendanaannya terlihat sangat kuat,” ujarnya.
Taufiq mengatakan, dirinya tidak curiga kepada praktik premanisme di balik pencabutan bendera partainya, melainkan dia menemukan fakta yang jelas di lapangan.
“Tim saya di lapangan melaporkan, memang ada operasi di jam-jam malam dan Subuh. Terlihat sangat terorganisir, karena mereka yang melakukan pencabutan itu menggunakan dua mobil. Dan ini intensif dilakukan. Bukan hanya parpol saya, tapi partai lain mungkin juga merasakan hal yang sama,” terang Wakil Ketua Komisi I DPRD Banten.
Taufiq juga menjelaskan, saat dirinya mengkonfirmasi ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), APK yang boleh dipasang dan tak melanggar aturan adalah bendera partai yang polos, tidak ada nama celeg, dan tidak ada nomor urut caleg. Ini, katanya, diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 15 Tahun 2013 pasal 17 tentang APK.
“Tapi itu dicabut. Faktanya, setelah terjadi pencabutan tersebut, ada salah satu parpol tertentu yang dominan di wilayah itu. Menurut informasi teman-teman, bendera polos yang sudah dicabut ada yang dijual murah di Pasar Senen,” jelasnya.
Karena fenomena premanisme atribut APK ini, Taufiq mengimbau kepada Panwaslu, Bawaslu, dan kepolisian agar lebih gesit dan bisa menjaga rasa keadilan.
“Keadilan yang saya maksud adalah bahwa setiap parpol memiliki ruang yang sama untuk memasang APK di wilayah publik. Jangan sampai ada premanisme pencabutan atribut partai, karena ini tindak kriminal. Bukan hanya bendera polos, yang ada nama caleg dan foto caleg pun dirobek-robek. Saya khawatir ini bisa menimbulkan konflik antar-caleg Demokrat. Sejauh ini tidak ada tindakan dari Satpol PP,” katanya .
Adapun anggota KPU Provinsi Banten, Eka Satyalaksmana yang dihubungi melalui telepon menyarankan, pihak parpol yang merasa dirugikan atau yang merasa bendera parpolnya dicabut oleh pihak-pihak tertentu, sebaiknya segera melapor ke Panwaslu dan Bawaslu.
“Agar tidak timbul fitnah, bila memang terjadi tindak premanisme seperti yang dikatakan, pihak Bawaslu dan Panwaslu akan segera menindak tegas perilaku tersebut,” ujar Eka.
Eka mengatakan sejauh ini yang mendapat wewenang melakukan pencabutan dan penertiban APK dari Panwaslu dan Bawaslu hanyalah Satpol PP.
“BIla terjadi pencabutan bendera parpol oleh pihak-pihak yang dikatakan preman tersebut, kami perlu melakukan check dan recheck di lapangan. BIla memang ada saksi dan pelaku, maka kami tidak akan segan-segan untuk membawa ke ranah hukum. Maka, saya sarankan, bagi parpol yang merasa dirugikan, segera melapor,” tegas Eka.