TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Dua pekan lalu, Miftahul Jannah menjadi perhatian masyarakat luas. Acara mandi yang dilakukannya di Sungai Tempuk, Alas Ketonggo menjadi penyebabnya. Bagi kebanyakan orang, modal mandi yang dilakukan perempuan berjilbab ini memang tidak lazim.
Ia mandi di sungai yang airnya berwarna keruh kecokelatan. Air bercampur lumpur halus itu bagi kebanyakan orang jelas akan membuat kotor kulit.
Keanehan lain, terlihat dari cara mandi yang dilakukan Miftahul Jannah. Ia berendam lengkap dengan seluruh pakaian dan jilbabnya.
Sambil berendam menghadap arus, kedua telapak tangannya menyatu di depan dada, dengan posisi ujung jari-jari menyentuh dagu. Mirip sekali dengan posisi orang yang sedang semedi atau melakukan ritual khusus.
Kesan ritual langsung muncul. Sebab masyarakat sekitar paham betul, sungai tersebut merupakan tempat keramat dan biasa digunakan ritual.
Kesan itu makin kuat setelah diketahui perempuan yang biasa dipanggil Miftah tersebut adalah calon legislatif (caleg) DPRD Ngawi.
Apalagi sebelum Miftah, sudah ada puluhan bahkan ratusan caleg melakukan ritual serupa di sungai yang diyakini pernah menjadi tempat persembunyian Raja Majapahit, Raden Brawijaya V tersebut.
Fenomena memburu kekuatan gaib ala Miftahul Jannah itu tidak hanya ada di Ngawi. Tapi hampir di semua daerah di Jatim bisa ditemukan. Hanya bentuk dan caranya yang berbeda-beda.
Bagi caleg, berbagai upaya memang perlu dijalani untuk memuluskan langkah. Ada yang mengandalkan kekuatan dan nalar politik murni. Ada juga yang mengedepankan modal finansial.
Tapi tidak sedikit pula yang berburu kekuatan adiluhung atau supranatural untuk mengalahkan pesaing-pesaingnya.
Umumnya ritual mistis itu dilakukan setelah mendapat saran dari dukun, paranormal, guru spiritual, atau sebagian ada yang memanggilnya kiai. Mereka ini diyakini bisa melakukan penerawangan, mirip lembaga survei di alam yang memotret alam nyata.
Nah dari penerawangan itulah diketahui, peluang caleg bisa mulus dengan syarat melakukan sejumlah kegiatan dan ritual. Biasanya mereka melakukan ritual itu dengan sembunyi-sembunyi, karena malu dengan usaha di luar nalar.
"Konsultasi ke paranormal atau penasihat spiritual memang masih dianggap aib. Jadi kita jaga rapat-rapat identitas pasien kami. Ini masalah privasi," kata Ki Sabdo Jagad Royo, spiritualis asal Surabaya. (idl/ben/dim/wan)