News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2014

Enggan Buka Rekam Jejak Caleg, KPU Tidak Bisa Paksa Pemilih ke TPS

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja menyusun surat suara Pemilu yang telah dibungkus ke dalam kardus di percetakan Gramedia, Palmerah, Jakarta Selatan, Minggu (9/2/2014). Sebagai persiapan Pemilu yang akan digelar tahun ini KPU melakukan monitoring pelaksanaan pencetakan surat suara dan tinta di 3 tempat berbeda, yaitu PT Gramedia, PT Paragonatama Jaya, dan PT Temprint. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Penyelenggara pemilu tidak dapat memaksa pemilih datang ke TPS (Tempat Permungutan Suara). Demikian dikatakan Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin dalam keterangannya, Minggu (30/3/2014).

"Seruan KPU, partai politik, dan pemerintah agar masyarakat menggunakan hak pilihnya di TPS pada tanggal 9 April menjadi tidak adil karena tidak dibarengi oleh penyampaian informasi yang memadai dan jujur tentang rekam jejak para calon yang ditawarkan kepada pemilih," ungkap Said.

Said mempertanyakan penghargaan penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan pemerintah kepada pemilih, sebab tidak mau membuka latar belakang para caleg. KPU, Bawaslu, partai politik, dan pemerintah masih saja berdiam diri terhadap keinginan masyarakat untuk mendapatkan informasi resmi terkait rekam jejak dan latar belakang para calon.

"Tidak ada satu pun dari lembaga-lembaga itu yang mau menjalankan fungsi pelayanan informasi Pemilu yang substansial tentang track record calon kepada masyarakat .Semua pura-pura buta dan tuli. Sama sekali tidak ada transparansi kepada pemilih," tuturnya.

Menurutnya sungguh ironis rakyat didesak untuk memilih  tetapi rekam jejak para calon yang diminta agar dipilih oleh rakyat justru ditutup-tutupi.

"Ini jelas pelecehan terhadap rakyat.
Kalau masyarakat diminta mencari sendiri informasi tentang calonnya, lalu buat apa ada negara? Masa rakyat dibiarkan sendirian untuk mencari informasi para calon yang jumlahnya ribuan itu? Yang benar aja dong. Bagi saya ini jelas perlakuan yang tidak adil terhadap pemilih," katanya.

Ia melihat dalam penyelenggaraan Pemilu, pemilih selalu saja hanya dijadikan sebagai tukang coblos demi pencapaian sukses penyelenggara Pemilu dan Pemerintah meningkatkan partisipasi pemilih. Apabila tingkat partisipasi pemilih tinggi, maka Penyelenggara Pemilu dan Pemerintah akan mengklaim bahwa mereka telah sukses menyelenggarakan Pemilu 2014.

"Begitupun dengan partai politik. Semakin banyak pemilih yang memberikan suara kepada mereka, maka semakin untunglah mereka," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini