TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil seleksi caleg terbaik DPR-RI versi Masyarakat Indonesia Pendukung Pemberantasan Korupsi (MIPPK) dianggap tidak kredibel dan sarat muatan.
Alasannya adalah, selain tidak menyebut metode yang digunakan dalam penyeleksian, MIPPK bekerja dengan tidak teliti.
Kondisi ini dianggap merugikan Golkar karena seorang Calegnya dimasukkan dalam partai lain. Demikian diungkapkan Rahmad Pribadi, lulusan Harvard University dan sekaligus Pengasuh Pondok Kebangsaan “Omah Paseduluran” Yogyakarta, di rilis yang diterima Tribunnews.com, Senin (7/4/2014).
Sejak tiga hari lalu, MIPPK dengan hosting para mantan pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Amien Sunaryadi, melalui Youtube, http://youtu.be/QFDim_tuIcE dalam versi 'Bingung Memilih' menayangkan hasil seleksi caleg DPR-RI terbaik seluruh Indonesia berdasarkan Dapil. Tayangan berdurasi 30 detik ini dikatakan hasil seleksi dari 6607 caleg dari 77 Dapil seluruh Indonesia yang merebutkan 560 kursi.
“Terlepas dari niat baik MIPPK untuk menuntun para calon pemilih dalam mencoblos, kredibilitasnya perlu dipertanyakan. Pertama karena ini menyangkut urusan korupsi, metode dan kriteria seleksi harusnya ikut ditayangkan sehingga tidak salah tafsir. Seharusnya mereka yang tidak korupsi atau diduga tidak korupsi masuk dalam kriteria terbaik. Artinya, ini alasan kedua, yang tidak tercantum dalam caleg terbaik dapat dianggap atau diduga sebagai pelaku korupsi, karena MIPPK tidak mencantumkan metode dan kriteria penyeleksian,” papar Rahmad Pribadi, yang juga anggota Partai Golkar.
Ketelitian dalam hasil survai, Rahmad menjelaskan lebih lanjut, juga menjadi bahan acuan kredibilitas lembaga yang mengeluarkan. Hasil yang ditayangkan MIPPK, menurutnya, tidak memiliki akurasi dan bahkan terkesan terburu-buru.
Sehingga, katanya, tujuan untuk menuntut calon pemilih kepada kandidat yang dianggap terbaik, tidak mencapai sasaran.
“Sebagai contoh mbak Siti Hediati Soeharto (Titik Soeharto-red) adalah caleg dari Golkar. Menurut versi MIPPK, beliau terpilih sebagai caleg terbaik di dapil Yogyakarta. Namun demikian, ketika hasil ditayangkan, Mbak Titik Soeharto ditulis berasal dari Partai PAN. Ini khan sungguh menyesatkan. Dalam kondisi tersebut, saya tidak tahu apakah Mbak Titik ataukah PANnya yang diuntungkan atau malah sebaliknya, baik Mbak Titik dan juga PAN-nya merasa dirugikan?” tanya Rahmad, yang juga lulusan University Texas, Austin, AS.
Oleh Rahmad, sebagai mantan pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Amien Sunaryadi dianggap sedang bermain “api” dalam pemilu 2014 ini. Masyarakat dapat menuntut MIPPK karena hasil seleksi itu tendensius yang secara tidak langsung menganggap caleg lain tidak bersih.
Belum ada tanggapan dan klarifikasi dari Chandra Hamzah dan Amien Sunaryadi atas tudingan dari Rahmad Pribadi tersebut.