TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Kecilnya efek elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) terhadap raihan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada Pemilu Legislatif 2014 dianggap sebagai bentuk kurang maksimalnya partai itu menyosialisasikan figur Jokowi.
"Iklan-iklan PDIP seharusnya menonjolkan Capres, bukan Ketua Umum atau Ketua Bappilu," tegas Ari Junaedi, Pengajar Ilmu Politik dari Universitas Indonesia, Rabu (9/4/2014).
"Ibarat film, yang harus ditonjolkan aktor utama, bukan figuran apalagi tukang rias," kata Ari.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, menambahkan sebenarnya ada kenaikan elektabilitas Jokowi pascadeklarasi. "Tapi yang kita lihat setelah 14 Maret iklan masih diwarnai sosok Puan dan bukan sosok yang dijadikan elektoral," kata Yunarto Wijaya.
Selain itu kampanye yang dilakukan PDIP juga terbelah menjadi dua, yakni kampanye yang dilakukan Jokowi dan "Indonesia Hebat" yang digaungkan Puan Maharani.
"Yang akhirnya muncul adalah gerakan setengah hati mencapreskan Jokowi, ini yang menyebabkan kenaikan elektoralnya tidak signifikan," kata Yunarto.
"Jadi Jokowi effect ini malah mengalami kendala di internalnya sendiri, dibatasi dalam kalangan internalnya sendiri, itu problem," pungkasnya.