Catatan Wartawan Tribunnews.com, Dahlan Dahi
TRIBUNNEWS.COM - Pemilu 2014 adalah pemilu partai-partai nasionalis dan partai Islam minus partai sosialis.
Pemilu legislatif ini diikuti 12 partai politik, terdiri atas tujuh partai nasionalis dan lima partai Islam atau bercorak Islam.
Pada Pemilu 2009 yang diikuti 38 partai politik (dan enam partai lokal Aceh), masih terdapat nama-nama partai beraliran sosialis seperti Partai Buruh.
Ada juga Partai Damai Sejahtera (PDS) yang dideklarasikan sebagai partai dengan "dinamika kekristenan".
Baik partai sosialis maupun Kristen tidak nampak lagi sebagai partai politik peserta pemilu 2014, tapi --tentu saja-- masih eksis sebagai ideologi politik.
Berkurangnya partai politik peserta pemilu dari 38 menjadi 12, ditambah dinamika dukungan publik terhadap partai-partai tersebut, membawa implikasi perubahan struktur dukungan pemilih kepada partai politik dari sisi ideologi.
Seperti apa perubahannya? Menarik membandingkan data prosentase perolehan suara partai-partai nasional vs partai Islam pada Pemilu 2009 dan 2014.
Tribunnews.com menemukan fakta-fakta ini:
1. Partai nasional dan partai Islam sama-sama menikmati pertambahan prosentase jumlah suara.
2. Partai-partai nasionalis peserta Pemilu 2014 memperoleh kenaikan prosentase jumlah suara sebanyak 9,78 persen (dari 58,40 persen pada Pemilu 2009 menjadi 68,18 persen pada Pemilu 2014 dengan catatan, perolehan suara partai-partai nasionalis pada Pemilu 2009 yang tidak ikut Pemilu 2014 tidak dimasukan dalam analisis ini).
3. Partai-partai Islam menikmati kenaikan suara 6,22 persen (dari 25,59 persen menjadi 31,81 persen dengan catatan, perolehan suara partai-partai Islam pada Pemilu 2009 yang tidak ikut Pemilu 2014 tidak dimasukan dalam analisis ini).
Dalam prakteknya, partai-partai Islam jarang bisa berupa satu kekuatan politik dengan aspirasi dan sikap politik yang sama.
Dinamika politik Indonesia adalah dinamika hubungan antara kaum nasionalis dan Islam serta dinamika internal di antara masing-masing partai politik.
Hasil hitung cepat Kompas memperlihatkan, tidak satu pun partai politik yang berhasil memperoleh 20 persen suara, syarat minimal yang dibutuhkan sebuah partai politik untuk bisa mengajukan pasangan calon presiden-wakil presiden.
Secara matematis, koalisi partai-partai nasionalis memiliki total 68,18 persen vs partai-partai Islam 31,81 persen.
Koalisi seperti itu sepertinya mustahil mengingat sejarah interaksi partai-partai politik tersebut serta hubungan personal di antara para pemimpin puncaknya.
Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, misalnya, dikenal memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan pimpinan puncak Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Hasil pemilu menempatkan Megawati dan Prabowo sebagai dua poros koalisi, sementara SBY akan jadi pengikut karena partainya hanya meraih 9,42 persen, turun drastis dari perolehan pada Pemilu 2009 yang mencapai 20,81 persen.
Partai Demokrat juga sudah menurunkan "call", dari semula calon presiden menjadi cukup calon wakil presiden.
Pada pemilihan presiden 2009, Demokrat mengajukan sendiri pasangan calon, SBY-Boediono, dan menjadikan partai lain sebagai pengikut. Kali ini, Demokrat akan jadi pengikut.
Satu poros koalisi lainnya adalah Partai Golkar. Aburizal Bakrie alias ARB alias Ical menjadi calon presiden.
Dengan fenomena politik seperti itu, tiga pemimpin partai nasionalis --Megawati, Prabowo, dan Aburizal Bakrie-- masing-masing akan memimpin poros koalisi.
Adapun partai-partai Islam, kecuali mereka bersatu, hanya akan menjadi pengikut.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadwalkan, pendaftaran pasangan capres-cawapres dibuka 10 Mei 2014 dan akan segera ditutup enam hari kemudian, 16 Mei 2014.
Setelah pemilu legislatif ini, dinamika politik akan terlihat dalam penyusunan koalisi: nasionalis-nasionalis atau nasionalis-Islam atau Islam-Islam.
Megawati memegang kartu Jokowi atau Joko Widodo sebagai calon presiden dari PDIP. Soalnya: Jokowi berpasangan dengan siapa.
Suara PDIP tidak sampai 20 persen, dari target 27 persen. Pemilih telah menulis pesan yang sangat kuat kepada PDIP seperti ini: Hati-hati, lo. Kalau salah pilih pendamping Jokowi, hasilnya akan menyakitkan.
Prabowo menulis sendiri nasibnya: Prabowo dengan siapa.
Bagaimanapun, Prabowo menghadapi persoalan yang sama dengan dengan Jokowi --nasibnya juga akan ditentukan siapa wakilnya.
Akhirnya, Aburizal Bakrie. Tokoh Golkar yang hasil surveinya tidak terlalu bagus sebagai capres ini harus memutuskan dengan tiga opsi yang terbentang: Berpasangan dengan siapa, menjadi cawapres saja, atau mundur dari bursa dan menjadi king maker seperti Megawati.
Partai Nasionalis (%)
No Partai 2014* 2009** +/-
1. PDIP 19,24 14,01 + 5,23
2. Golkar 15,03 14,45 + 0,58
3. Gerindra 11,75 4,46 + 7,31
4. Demokrat 9,42 20,81 -11,34
5. Nasdem 6,7 - -
6.Hanura 5,1 3,77 + 1,34
7.PKPI 0,94 0,90 + 0,04
Total 68,18 58,40 + 9,78
Partai Islam (%)
No Partai 2014* 2009** +/-
1. PKB 9,13 4,95 + 4,18
2. PAN 7,49 6,03 + 1,46
3. PKS 6,99 7,89 - 0,87
4. PPP 6,7 5,33 + 1,37
5.PBB 1,5 1,79 + 0,34
Total 31,81 25,59 + 6,22
Nasionalis vs Islam (%)
Partai 2009 2014 +/-
Nasional 58,40 68,18 +9,78
Islam 25,59 31,81 +6,22
* Hasil hitung cepat Litbang Kompas (suara sampel yang masuk 93 persen. Margin error +/- 1 persen).
Angka partisipasi 73,30 persen.
* Hasil final KPU
LIHAT JUGA: