Tribunnews.com, Jakarta -- Meski belum menyatakan arah dukungannya dalam koalisi, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah mengkritik konsep kabinet profesional yang ditawarkan bakal calon presiden Joko Widodo.
Bentuk kabinet profesional itu dianggap hanyalah sebagai bahan pencitraan atau disebut sebagai "kemasan politik" oleh Sekretaris Majelis Pakar PPP Ahmad Yani di lokasi acara Rapimnas II PPP, di Hotel Aston, Jakarta, Minggu (11/5/2014).
"Kita ini enggak mungkin munafik. Saling memberi dan membagi, dan siapa yang dapat. Kabinet profesional itu hanya kemasan politik," ucap Yani.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat itu menjelaskan bahwa dalam praktik politik praktis, tidak bisa mendikotomikan kalangan profesional dan politisi. Yani mengklaim, kalangan politisi justru bisa lebih profesional dibandingkan kalangan profesional itu sendiri.
"Contohnya saya di DPR, saya bisa berdebat dengan teman-teman yang dari penegak hukum. Apakah orang partai tidak punya kemampuan itu?" kata Yani.
Politisi yang terancam gagal kembali ke Senayan itu menuding konsep kabinet yang ditawarkan Jokowi hanya akan memberikan celah bagi orang non-partai yang selama ini tidak berkeringat untuk duduk berkuasa.
"Sementara orang partai yang selama ini berkeringat, disingkirkan. Tidak bisa seperti ini," ucapnya.
Dengan kondisi nyata seperti itu, Yani pun menyatakan PPP akan tetap mengajukan kader-kader terbaik partai berlambang Kabah itu untuk duduk di posisi menteri jika berkoalisi dengan Jokowi maupun Prabowo.
Meski, lanjutnya, persoalan kursi menteri tidak terlalu menjadi pertimbangan utama PPP. "Yang terpenting kriteria pemimpin bagi PPP yang utama adalah membela kepentingan umat Islam," ucapnya.