TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam menyikapi pertarungan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014, warga Nahdlatul Ulama diminta tak terpecah akibat aksi dukung-mendukung. Namun, sangat naif jika ada perpecahan di tubuh NU.
"Ada isu NU terpecah akibat dukungan ke pemilihan presiden sekarang. Itu tidak benar dan sangat naif,” kata Mustasyar (Pembina) Pengurus Cabang Istimewa NU Taiwan, Muhammad Nabil Haroen di Jakarta, Jumat (23/5/2014).
Menurutnya, isu perpecahan di tubuh NU diakibatkan adanya upaya sejumlah elit partai politik yang ingin membenturkan tokoh-tokoh NU satu dengan lainnya. Hal tersebut berpotensi mengadu domba tokoh-tokoh NU.
Staf Ahli Ketua Umum PBNU ini mengingatkan, NU sebagai organisasi sosial keagamaan tidak mengurusi politik praktis. NU lebih peduli pada politik kebangsaan dan kerakyatan, mengikuti dawuh Mahaguru Syekh Hasyim Asy’ari dan pejabat Rais ‘Aam PBNU KH Mustofa Bisri.
Nabil tak menampik semua jenis politik meniscayakan semacam kekuasaan. Tapi kekuasaan bagi NU bukanlah kekuasaan manusia. Menurutnya, NU lebih percaya pada amanah ketimbang kekuasaan.
"Yang penting bukan bagaimana berkuasa, tapi bagaimana berdaulat dalam banyak hal, mulai ilmu pengetahuan, ekonomi, solidaritas kolektif, hingga akhlak,” jelas Nabil.
Ia menambahkan, politik kebangsaan yang dijalankan NU tidak sesempit kekuasaan dalam arti permainan yang cenderung pada perebutan kursi atau perlombaan tim sukses. "NU jauh lebih besar dari itu semua. Jauh lebih besar," tegasnya.
Nabil tak hendak mengarahkan warga NU bersikap golput. Terlibat dalam politik, salah satunya dengan menyalurkan hak pilih dalam pemilihan presiden mendatang, penting untuk keberlanjutan demokratisasi yang tengah dan terus berlangsung di negeri ini.
"Pemilu merupakan suatu sarana untuk mengakui kedaulatan warga sekaligus cara bagaimana aspirasi warga tersampaikan. Dengan kata lain, sejauh ini, pemilu memang cara terbaik untuk mendapatkan bentuk pemerintahan yang demokratis,” tambahnya.