TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menurunnya elektabilitas Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam survei Lembaga Survei Nasional (LSN) dinilai wajar terjadi. Hal tersebut merupakan anomali dari hasil survei sebelumnya, dimana Jokowi-Jusuf Kalla mencapai puncaknya pada bulan Oktober tahun lalu.
“Jokowi mencapai puncak pada bulan Oktober tahun lalu, namun sejak itu trendnya menunjukan penurunan,” ujar Pengamat Politik Didik J Rachbini dalam pernyataannya, Kamis(12/6/2014).
Namun menurut Didik, dalam ilmu statistik jika sudah mengalami penurunan, maka akan sulit untuk mengalami kenaikan kembali, apalagi dalam waktu dekat. Dia menjelaskan sebelum Oktober grafik Jokowi terus mengalami kenaikan. Tapi setelah bulan Oktober terjadi penurunan.
Pada sisi sebaliknya elektabilitas Prabowo terus menunjukan peningkatan. Sehingga selisih antara keduanya semakin tipis.
“Pada periode Januari-Oktober selisih antara Jokowi dengan Prabowo berkisar antara 30%, kemudian Akhir tahun lalu sekitar 15%-20%” kata Didik.
Kemudian selisih itu semakin menipis sejak awal tahun 2014 dari sekitar 11% menjadi sebesar 5% pada bulan Mei. “Di minggu pertama-kedua ini, Jokowi-JK sudah tersalib oleh Prabowo-Hatta,” kata Didik.
Dia menjelaskan salah satu faktor tren penurunan Jokowi adalah masyarakat melihat tidak banyak perubahan atau gebrakan terjadi selama Jokowi menjabat Gubernur. Diantaranya permasalahan banjir, macet dan juga perizinan di Ibu Kota
Survei terakhir yang dirilis oleh LSN menunjukan 46,3 persen untuk pasangan Prabowo-Hatta, pasangan Jokowi-JK sebesar 38,8 persen. Sedangkan yang belum menentukan pilihan masih besar yaitu sebesar 14,9%. Penurunan tersebut menurut LSN salah satunya disebabkan oleh kejenuhan.
Elektabilitas Jokowi Melorot, Pengamat: Itu Wajar, Tapi Susah Naik Lagi
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger