TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menilai banyak pihak sedang mencari-cari kesalahan pasangan tersebut.
Hal itu terkait dengan beredarnya surat DKP (Dewan Kehormatan Perwira) pemberhentian Prabowo yang beredar di masyarakat.
"Sekarang yang dicari isu pemecatan, kemarin isunya Babinsa enggak mempan buat lagi surat pemecatan ini. Yaa biasa lah itu cara-cara orang kalap kalau orang mau kalah nyari-nyari kesalahan," kata anggota tim pemenangan Prabowo-Hatta Ahmad Yani ketika dikonfirmasi, Kamis (12/6/2014).
Yani lalu menjelaskan fakta dimana belum ada pemecatan terhadap Prabowo Subianto. Kemudian tidak ada fakta bukti keterlibatan Prabowo, dari institusi negara baik komnas HAM, DPR maupun Kejaksaan.
Untuk itu, Yani meminta agar pasangan capres-cawapres tidak beradu kampanye hitam melainkan gagasan. "Ya contohnya gagasan kemajuan negara ini bidang ekonomi dan hukum," tutur Politisi PPP itu.
Menurut Yani, elektabilitas Prabowo menguat dan dapat memenangkan pemilihan presiden. Hal itulah yang membuat Prabowo sering diserang oleh sejumlah pihak.
"Ya karena dia kuat, dan bakal menang, karenanya tidak ingin menang makanya diserang. Karena dukungan rakyat luar biasa mengalir terus baik di markas Polonia maupun di daerah-daerah," imbuhnya.
Mengenai beredarnya surat tersebut, Yani mengatakan pihaknya tidak akan membentuk tim untuk mencari asal mula beredarnya surat tersebut.
"Ah..enggak penting ngapain kita melayani hal-hal kayak gitu, buang-buang waktu aja," ujarnya.
Beberapa hari ini, surat yang disebut sebagai keputusan DKP itu beredar luas di media sosial. Dalam surat tersebut tertulis bahwa keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998.
Dalam dokumen yang beredar, surat berklasifikasi rahasia itu ditandatangani para petinggi TNI kala itu, di antaranya Subagyo HS sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J Kumaat, Fahrul Razi, dan Yusuf Kartanegara.
Dalam empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI.
Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara.
"Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka Perwira Terperiksa atas nama Letnan Jenderal Prabowo Subianto disarankan dijatuhkan hukum administrasi berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan." Demikian isi surat tersebut.