News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Calon Presiden 2014

Jurnalis AS: Prabowo Inginkan Rezim Otoriter yang Jinak

Editor: Rendy Sadikin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Calon presiden nomor urut 1, Prabowo Subianto memaparkan pandangannya dalam acara Dialog Kebudayaan dengan Capres-Cawapres RI 2014 , di Gedung Teater Besar, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (28/6/2014). Dalam kesempatan tersebut Prabowo diuji tentang bagaimana menyiapkan strategi kebudayaan ke depan untuk menghadapi tantangan zaman atau peradaban yang kian sulit dan rumit. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jurnalis Amerika Serikat Allan Nairn angkat bicara soal alasannya membuka kembali percakapan “off the record” dengan mantan Panglima Kostrad, Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto pada tahun 2001 silam.

Menurut Allan, apa yang dilakukannya memang melanggar kode etik jurnalistik. Namun, ia beralasan, hal ini untuk kepentingan lebih besar yakni bangsa Indonesia yang telah dibutakan dengan citra yang tengah dibangun Prabowo yang kini maju sebagai calon presiden.

“Kalau ada sejarah jejak rekam jenderal yang paling jahat menyiksa orang sipil, membunuh orang sipil, itulah Prabowo. Prabowo adalah jenderal dengan rekor kejahatan terburuk. Ini serius sekali. Rakyat Indonesia harus memiliki akses terhadap informasi yang saya punya ini,” ujar Allan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (1/7/2014) malam.

Menurut Allan, pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukannya tidak seberapa besarnya ketimbang dampak yang akan diterima masyarakat Indonesia jika Prabowo terpilih sebagai presiden.

Dalam wawancara dengannya, kata Allan, Prabowo menjabarkan bahwa ia adalah seorang jenderal yang tidak percaya pada sistem demokrasi.

“Dia bahkan mengatakan bahwa di Indonesia masih banyak kanibalisme dan kerumunan yang rusuh sehingga masih belum siap untuk demokrasi. Prabowo ingin rezim otoriter yang jinak,” kata Allan.

Prabowo, sebut Allan, juga menghalalkan darah sipil yang dibunuh militer. Hal ini mengacu pada kasus pembunuhan massal Santa Cruz. Dalam tulisan yang diunggah dalam blog pribadi Allan, Prabowo disebutkan juga menyandingkan dirinya dengan pemimpin otoriter seperti Pervez Musharraf di Pakistan.

Allan mengakui masih banyak jenderal lainnya yang juga berkasus seperti Prabowo. Di kubu Jokowi, kata Allan, ada dua jenderal yaitu Hendropriyono dan Wiranto yang disebutnya juga terlibat pelanggaran HAM berat.

“Keduanya juga jahat, membunuh orang sipil. Tapi pilihannya, Jokowi didukung oleh jenderal-jenderal yang bunuh sipil. Sementara Prabowo adalah jenderal yang bunuh orang sipil,” kata Allan.

“Jadi yang saya lakukan ini memang pelanggaran serius dalam praktik jurnalistik. Tapi ini pengecualian. Saya memiliki informasi ini dan saya rasa masyarakat Indonesia berhak untuk tahu,” kata Allan.

Allan adalah seorang jurnalis investigasi yang telah banyak meliput kasus-kasus pelanggaran HAM di berbagai belahan dunia seperti Guatemela, Haiti, hingga Timor Leste. Ia pernah dianggap sebagai ancaman bagi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto atas laporan-laporannya.

Pada bulan Juni dan Juli 2001, Allan tengah menginvestigasi kasus pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh militer Indonesia. Investigasinya itulah yang kemudian mempertemukan Allan dengan Prabowo yang sudah diberhentikan dari dunia kemiliteran.

Dalam wawancara itu, Allan mengaku Prabowo tidak mau menjelaskan secara spesifik kasus per kasus pembunuhan yang terjadi pada zaman Order Baru. Namun, ia justru bercerita panjang lebar kepada Allan tentang pemikirannya akan fasisme dan dunia militer.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini