TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sosiolog memperkirakan intimidasi yang dilakukan terhadap pendukung, relawan serta simpatisan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla terus berlangsung terutama dalam masa tenang bahkan hingga pada hari pemungutan suara 9 Juli.
"Karena itu masyarakat harus mencatat kemudian melaporkan para pelaku intimidasi tersebut kepada relawan atau posko-posko kemenangan Jokowi-JK terdekat," kata sosiolog Universitas Indonesia Prof Dr Tamrin Amal Tomagola di Jakarta Kamis (3/7/2014).
Menurutnya, intimidasi tersebut dalam beberapa bentuk misalnya tekanan psikis langsung untuk memilih pasangan tertentu, melakukan ancaman-ancaman fisik atau pun dengan membagi-bagikan uang.
Untuk mengatasi intimidasi tersebut masyarakat tidak bisa berharap banyak dari aparat kepolisian atau pun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sulit berharap bahwa lembaga-lembaga tersebut akan proaktif menangkap atau melaporkan serta memproses intimidasi yang terjadi sesuai peraturan yang berlaku.
‘’Sekarang kan intimidasi sudah banyak terjadi seperti kampanye-kampanye fitnah yang dilakukan melalui tabloid Obor Rakyat. Walau Obor Rakyat itu sudah dilaporkan, lambat sekali kan kemajuan penanganannya,’’ kata Tomagola.
Dengan demikian tidak ada cara lain kecuali para relawan, simpatisan dan kader partai pengusung Jokowi-Jusuf Kalla harus berusaha sendiri menangkap dan melaporkan kasus-kasus intimidasi tersebut.
Tomagola menyatakan prihatin dengan lembaga seperti Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu karena lembaga tersebut tidak memperlihatkan sikap yang tegas dalam banyak kasus yang secara kasat mata merugikan Jokowi-JK.
‘’Dengan segala mohon maaf, saya menyebutnya Bawaslu itu Badan Was-Was Luar Biasa. Saya ingin lembaga itu lebih tegas lagi terutama dalam mengatasi segala bentuk intimidasi,’’ kata Tomagola.