TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Tim Ahli Jokowi-JK, Siti Musdah Mulia, menyatakan tidak benar dirinya pernah menyatakan bahwa Joko Widodo dan Jusuf Kalla, bila menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI, akan melegalisasi PKI dengan mencabut Tap MPRS No. XXV/1966.
Hal itu untuk mengklarifikasi masifnya pemberitaan dan isu yang disebarkan di social media dan masyarakat yang menyatakan seolah-olah dirinya menyatakan soal pencabutan TAP itu.
Musdah mencontohkan salah satunya yang disebar di social media adalah seperti dikutip dari salah satu situs berita, di mana dirinya dikatakan menyebut bahwa Jokowi-JK akan mencabut Tap MPRS dimaksud untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia untuk semua warga negara.
"Pernyataan itu mengada-ada dan tidak pernah saya ucapkan. Isu itu sengaja digulirkan sebagai kampanye hitam untuk mengganggu proses kampanye dan mengganggu kondisi internal tim kampanye Jokowi-JK," kata Musdah Mulia di Jakarta, Sabtu (5/7/2014).
Musdah mensinyalir ada pihak-pihak yang sengaja menyebarkan kebohongan-kebohongan karena Jokowi-JK sangat sulit untuk dicari kekurangannya. Dia menekankan bahwa isu legalisasi komunisme itu adalah kebohongan besar, fitnah keji yang tidak bertanggung jawab.
"Bagaimana mungkin presiden mencabut TAP MPRS yang merupakan kewenangan MPR? Ini pelintirannya sudah terlalu jauh dan keji," kata Musdah.
"Ini sangat merugikan. Apalagi ini dijadikan bahwa untuk mengembangkan seakan-akan PDI-P dan Jokowi adalah partai pengusung komunisme, yang menurut saya itu sama sekali tak benar. Itu sudah keterlaluan."
Musdah berharap masyarakat tidak mempercayai isu itu karena jelas-jelas merupakan kebohongan seperti juga kampanye hitam lain yang kerap menerpa pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Jokowi-JK.
Seperti diketahui, beragam kampanye hitam kerap menyasar pasangan Jokowi-JK. Mulai dari iklan RIP Jokowi, isu bahwa Jokowi adalah keturunan etnis Tionghoa dan diragukan keislamannya, dan juga beragam isu mengenai kebijakan-kebijakan yang akan diambil jika Jokowi-JK terpilih oleh rakyat. Misalnya penghilangan sertifikasi guru, penghilangan raskin, dan yang paling mutakhir adalah isu legalisasi komunisme yang menimpa pasanganJokowi-JK.
Isu komunisme itu bahkan sempat menarik perhatian masyarakat karena salah satu stasiun televisi yang dimiliki Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Aburizal Bakrie, yakni TV One, juga mengangkat isu itu. Bahkan sampai menimbulkan kemarahan kader PDIP yang berunjuk rasa ke kantor pusat TV One.
Kemarin, Dewan Pers menyatakan TV One bersalah atas dua pemberitaan terkait isu komunisme itu. Pemberitaan TV One dianggap menyalahi Kode Etik Jurnalistik dan melanggar pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik. Dalam putusannya, Dewan Pers mewajibkan TV One untuk meminta maaf kepada DPP PDI-P dan pemirsa serta memberikan hak jawab kepada partai itu.