News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Calon Presiden 2014

Pengamat: Tak Tegas Soal Dukungan SBY Bikin Blunder

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dari kiri ke kanan Ketua Himpunan Psikologi Indonesia Jaya Johanes Rumeser, Ikatan Psikologi Klinis Indonesia Suprapti Sumarmo Markam, Ketua Lab Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk, dan Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Zainal Abidin menjadi pembicara dalam acara diskusi rilis survei aspek kepribadian Capres dan Cawapres di Jakarta, Kamis (3/7/2014). Penelitian psikologi ini memberikan referensi mengenai aspek kepribadian Capres dan Cawapres kepada pemilih melalui tiga pendekatan, yaitu Analisis Psikobiografi, Analisa Pidato, dan Wawancara Kandidat di berbagai media. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin FIrdaus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk menilai sikap plin-plan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bisa menjadi petaka. SBY tidak tegas menentukan sikap dan arahan kepada kadernya dalam menentukan dukungan pasangan calon.

"Isyarat politik kubu Demokrat enggak begitu antusias. Sebenarnya kubu koalisi Jokwo-JK agak tidak suka dengan sikap demokrat yang plin-plan, terutama SBY-nya. Kalau mau netral ya sekalian. SBY netral, tapi malah undang Prabowo-Hatta ke Cikeas," kata Hamdi di Hotel Whiz Cikini, Minggu (6/7/2014).

Menurutnya ada beberapa faktor yang membuat sejumlah kader demokrat saling berbeda pandangan untuk mendukung calon presiden dan wakil presiden yang bertarung 9 Juli 2014. Satu di antaranya adalah terus merosotnya popularitas SBY menjelang pilpres.

Sebelumnya SBY melalui Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan sudah memutuskan netral alias tak berkoalisi pada Pilpres 2014. Tetapi belakangan Fraksi Partai Demokrat DPR RI mendeklarasikan dukungannya kepada Pasangan Prabowo-Hatta.

"Popularitas SBY kan terus turun, dan itu dari waktu ke waktu sampai akhir jabtan terus turun. Bisa jadi Ruhut dan kawan-kawan pindah (dari mendukung Prabowo-Hatta, red) karena itu. Bisa juga figur Jokowi dinilainya lebih baik dari figur Prabowo," kata Hamdi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini