TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi I DPR RI mendukung penuh surat edaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI meminta semua lembaga penyiaran menghentikan penayangan hasil quick count dan real count yang bersumber dari lembaga survei atau lembaga politik lain.
"Komisi I membenarkan argumen KPI dimana penghentian tersebut diperlukan untuk menjaga kondisi politik yang sehat di masyarakat," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq dalam keterangannya, Minggu (13/7/2014).
Pasalnya, jika televisi terus menayangkan dengan versinya masing-masing bisa memprovokasi masyarakat ke arah konflik. Apalagi ada pimpinan lembaga survey yang sudah menyatakan bahwa hasil quick-count lembaga surveynya yang paling akurat.
"Dan jika nanti hasil rekap KPU berbeda maka yang keliru adalah KPU," katanya. Komisi I, kata Mahfudz, juga mendesak KPI agar gunakan kewenangan sanksi kepada lembaga penyiaran yg masih nakal.
Komisi I meminta agar KPU-Bawaslu-KPI-KIP dan Dewan Pers duduk bersama Pemerintah untuk memperkuat keputusan dan surat edaran KPI tersebut.
"Jangan sampai terjadi penyesatan opini oleh lembaga penyiaran melalui lembaga survei bahwa seolah hasil pilpres harus merujuk kepada quick count. Ini berbahaya," kata Politisi PKS itu.
Komisi I, katanya, juga berencana memanggil jajaran direksi RRI terkait penayangan quick count mereka di sejumlah lembaga penyiaran.
"Saya perlu ingatkan bahwa RRI bukan lembaga survey resmi dan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik harus menjaga netralitasnya," imbuhnya.